beritax.id – Importir yang tidak sepakat dengan penetapan tarif atau nilai pabean oleh Pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) secara hukum memang diberi hak untuk mengajukan keberatan. Namun sayangnya, hak ini masih belum sepenuhnya adil dan setara. Sebab, untuk mengajukan keberatan, importir wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang disengketakan.
Persyaratan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan fiskal: mengapa keberatan harus dibayar dulu, padahal tujuannya justru untuk membela diri terhadap penetapan yang dianggap salah?
Kewajiban menyerahkan jaminan diatur secara eksplisit dalam beberapa regulasi kepabeanan, yaitu:
- Pasal 93 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
“Orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat bea dan cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.” - Pasal 11 ayat (1) PMK Nomor 51/PMK.04/2017 tentang Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cuka:
“Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus menyerahkan jaminan sebesar tagihan yang harus dibayar.”
Dengan demikian, meskipun keberatan adalah hak hukum, negara mewajibkan pihak yang merasa dirugikan untuk menyerahkan jamin terlebih dahulu. Jika tidak sanggup, maka keberatannya tidak bisa diproses.
Berbeda dengan sistem keberatan dalam perpajakan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Tidak ada kewajiban untuk membayar penuh terlebih dahulu.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK Nomor 118 Tahun 2024, Wajib Pajak cukup melunasi sebagian pajak yang telah disepakati dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, tanpa harus menyerahkan jaminan secara keseluruhan tagihan.
Artinya, dalam konteks pajak, negara menghargai hak untuk tidak setuju dan memberi ruang untuk proses pembelaan sebelum membayar total tagihan. Ini jauh lebih proporsional dan adil.
Untuk menciptakan keadilan fiskal yang merata, sudah saatnya pemerintah meninjau ulang dan merevisi regulasi keberatan di bidang kepabeanan. Revisi ini penting bukan hanya untuk efisiensi birokrasi, tetapi untuk menegakkan prinsip equal access to justice dalam sistem fiskal nasional.
Mengajukan keberatan seharusnya menjadi hak dasar semua pihak yang merasa dirugikan oleh penetapan pejabat. Sudah saatnya regulasi kepabeanan berubah. Karena dalam negara hukum, keadilan tidak boleh bergantung pada saldo rekening.
Penulis: Raudatul Luthfiah