beritax.id – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Prof. Susi Dwi Harijanti menegaskan kepala daerah bisa diberhentikan jika kebijakannya tidak melibatkan rakyat. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 78 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ia menjelaskan bahwa kewajiban kepala daerah juga mencakup menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 tentang Partisipasi Masyarakat. Dalam aturan itu ditegaskan masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan peraturan atau kebijakan yang membebani publik, termasuk pajak daerah.
Pernyataan ini merespons gelombang protes warga Pati terhadap Bupati Sudewo yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan hingga 250 persen. Kebijakan itu memicu aksi besar-besaran dan mendorong DPRD membentuk pansus angket untuk menyelidiki kebijakan tersebut. Susi menjelaskan, mekanisme pemberhentian kepala daerah harus melalui pendapat DPRD yang diputuskan dalam rapat paripurna dengan persetujuan mayoritas anggota, kemudian diperiksa Mahkamah Agung.
Sikap Partai X: Tugas Negara Bukan Sekadar Formalitas
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Menurutnya, jika alasan pemberhentian kepala daerah adalah tidak melibatkan rakyat dalam kebijakan, maka banyak kepala daerah seharusnya dievaluasi. Ia menilai kebijakan publik yang diambil tanpa partisipasi warga adalah bentuk arogansi kekuasaan yang berpotensi merusak legitimasi demokrasi.
Partai X memandang negara sebagai entitas yang wajib menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan demi kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat. Pemerintah hanyalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat, bukan pemilik kekuasaan mutlak. Karena itu, kebijakan publik harus dirancang dengan melibatkan masyarakat secara penuh agar sejalan dengan asas kedaulatan rakyat.
Solusi Partai X: Partisipasi Warga sebagai Pilar Kebijakan
Partai X menawarkan solusi dengan mewajibkan proses perumusan kebijakan berbasis uji publik di setiap daerah. Mekanisme ini memastikan masyarakat dapat memberi masukan sebelum kebijakan ditetapkan, terutama yang berkaitan dengan beban ekonomi warga. Selain itu, pemerintah daerah harus menyediakan kanal partisipasi digital dan tatap muka yang transparan, dengan hasil konsultasi dipublikasikan secara terbuka. Dengan cara ini, legitimasi kebijakan terjaga dan potensi konflik sosial dapat diminimalkan.
Partai X menegaskan, demokrasi sejati lahir dari partisipasi publik yang nyata, bukan sekadar formalitas undangan rapat. Kepala daerah yang abai pada aspirasi rakyat harus mempertanggungjawabkan kebijakannya, bukan hanya di hadapan hukum, tetapi juga di hadapan nurani publik.