beritax.id – Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan keinginannya menyelesaikan sengketa Ambalat dengan cara damai dan itikad baik. Pernyataan ini disampaikan saat menjawab soal penyebutan wilayah “Laut Sulawesi” oleh Pemerintah Malaysia dalam peta 1979.
Menurut Prabowo, kedua negara perlu berunding tanpa konflik untuk menjaga hubungan diplomatik yang sehat dan saling menghormati. Sementara itu, Malaysia menegaskan bahwa wilayah tersebut sah disebut Laut Sulawesi sesuai Konvensi UNCLOS 1982. Menlu Malaysia juga menyebut putusan Mahkamah Internasional 2002 memperkuat posisi negaranya atas Sipadan dan Ligitan.
Diplomasi Tak Boleh Goyahkan Kedaulatan
Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan memperingatkan agar diplomasi tidak menjadi alat pelemahan kedaulatan negara. Menurutnya, tugas negara bukan sekadar bersikap baik dalam diplomasi, tapi menjamin kedaulatan penuh atas wilayah nasional.
“Kami mengingatkan, negara harus melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan dasar keadilan,” ujarnya. Rinto menegaskan bahwa kompromi dalam diplomasi tak boleh mengorbankan hak historis dan legal atas wilayah perairan Indonesia.
Menurut Partai X, negara harus dijalankan dengan prinsip efektif, efisien, dan transparan demi keadilan dan kedaulatan rakyat. Pemerintah adalah wakil rakyat yang harus mampu menjaga integritas teritorial dan martabat dalam relasi internasional.
Negarawan sejati menurut Partai X adalah mereka yang bijak namun tegas dalam membela kepentingan strategis bangsa di forum global.
Solusi Partai X: Tegaskan Posisi Indonesia Lewat Jalur Hukum Internasional
Partai X mendesak pemerintah menegaskan kembali posisi Indonesia atas Ambalat melalui mekanisme hukum internasional yang adil. Pemerintah harus membawa dokumen, bukti historis, dan dasar hukum ke sidang internasional untuk memperkuat klaim Indonesia.
Sosialisasi publik tentang pentingnya wilayah perairan dan sumber daya alam di Ambalat harus diperluas ke seluruh masyarakat. Diplomasi aktif yang dijalankan harus tetap berbasis pada konstitusi, bukan sekadar kompromi yang merugikan kedaulatan bangsa. Negara tidak boleh kalah dalam penyebutan wilayah, karena itu adalah simbol eksistensi dan kekuatan hukum suatu bangsa.