beritax.id – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) merespons penahanan dua pejabatnya oleh Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, terkait dugaan korupsi proyek rumah susun di Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) pada 2021–2022. TF dan BP ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Sementara itu, pelaksana proyek berinisial AR juga ikut ditahan. Kementerian melalui Inspektur Investigasi Agus Priyanto menyatakan dukungan terhadap proses hukum dan menyebut penahanan sebagai bagian dari evaluasi internal.
Klarifikasi Tak Cukup, Bongkar Jaringan!
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyebut klarifikasi dari Kementerian PKP belum menyentuh akar masalah. Ia menilai bahwa respons kementerian lebih sebagai bentuk pelindungan simbolis terhadap institusi, bukan upaya membongkar jaringan korupsi. Rinto menyatakan, “Kalau sudah bicara rumah rakyat, lalu dikorupsi, maka tidak cukup dengan klarifikasi.” Ia menuntut investigasi mendalam terhadap seluruh pihak yang terkait, termasuk proses pengawasan yang selama ini lemah.
Partai X menegaskan bahwa tugas negara tidak hanya mengatur, tetapi juga melindungi dan melayani rakyat. Ketika pejabat publik justru menyalahgunakan kepercayaan, maka negara harus bertindak tegas. “Kalau pejabat menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri, maka negara telah gagal melindungi dan melayani,” ujar Rinto. Ia menyoroti bahwa pembangunan rumah susun semestinya menjadi bukti kehadiran negara, bukan menjadi ladang bancakan anggaran.
Dalam prinsip Partai X, pemerintah adalah bagian dari rakyat yang diberi kewenangan untuk bertindak secara efektif, efisien, dan transparan demi keadilan.
“Kalau yang terjadi justru korupsi, maka kewenangan itu cacat secara konstitusional,” ucap Rinto. Prinsip negara menurut Partai X juga menekankan pentingnya kedaulatan dan pengelolaan sumber daya untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk memperkaya segelintir kelompok.
Solusi Partai X: Audit Forensik dan Partisipasi Rakyat
Partai X mendorong pembentukan tim audit forensik independen untuk membongkar jaringan anggaran yang disalahgunakan. Partai juga meminta adanya mekanisme pengaduan publik yang terintegrasi dan transparan. “Setiap proyek negara harus ada pelibatan rakyat sebagai pengawas utama. Jangan hanya dikendalikan segelintir birokrat,” tegas Rinto. Selain itu, Partai X menyerukan pendidikan anti-korupsi bagi ASN agar tidak hanya mengandalkan pengawasan eksternal.
Partai X menekankan bahwa penindakan terhadap dua pejabat hanya menjadi awal. “Yang dibenahi bukan cuma orangnya, tapi sistem dan pola penganggaran yang memungkinkan korupsi,” tutup Rinto. Kasus ini menjadi refleksi bahwa integritas bukan sekadar jargon, melainkan harus diimplementasikan dalam setiap proses pelayanan publik.