beritax.id – Mahkamah Agung (MA) resmi memiliki Wakil Ketua Baru Bidang Yudisial, Suharto, yang terpilih dalam Sidang Paripurna Khusus pada Kamis (11/7). Ia menggantikan posisi sebelumnya dan menyatakan siap menjadi “navigator” kapal besar MA untuk membantu Ketua MA Sunarto mewujudkan visi kelembagaan.
Suharto siap menjadi navigator dan berkomitmen mengoordinasikan ketua-ketua kamar perkara dan menjaga soliditas pimpinan MA melalui prinsip kolektif kolegial. Ia juga menegaskan keinginannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap MA melalui kepemimpinan yang akuntabel dan kompak.
Pergantian Jabatan Bukan Jawaban Atas Masalah Sistemik
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan bahwa pergantian pejabat di pucuk MA tidak serta merta menjamin perbaikan sistem peradilan. Menurutnya, jika peta hukum masih dikendalikan oleh kepentingan dan kekuasaan, maka mengganti sopir tidak akan mengubah arah.
Rinto menilai, kelembagaan yudikatif saat ini terlalu sering hanya menjadi alat kekuasaan. Rakyat tidak lagi melihat keadilan dari pengadilan, melainkan drama yang berulang. Maka, Rinto mendesak agar arah reformasi peradilan tidak berhenti di tataran simbolik.
Bagi Partai X, negara sebagaimana prinsipnya adalah satu entitas utuh yang berfungsi melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat demi keadilan dan kesejahteraan.
Namun jika hukum tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, maka lembaga peradilan hanya menjadi panggung pejabat.
Rinto Setiyawan menambahkan, “Jangan cuma bicara soal peran MA, kalau mafia hukum masih bebas dan korupsi berjubah toga dibiarkan.” Ia menekankan bahwa komitmen memberantas ketimpangan hukum lebih penting dari sekadar pidato pelantikan.
Solusi Partai X: Bersihkan Akar Korupsi dan Politisasi Hukum
Partai X mendorong reformasi sistemik terhadap sistem peradilan di Indonesia. Beberapa solusi yang diajukan antara lain:
- Audit menyeluruh terhadap integritas hakim agung melalui lembaga independen lintas sektor.
- Pemisahan tegas antara kekuasaan yudikatif dan eksekutif, termasuk melarang praktik lobi hukum di luar persidangan.
- Transparansi proses rekrutmen dan promosi hakim, termasuk penguatan partisipasi publik dalam pengawasan.
- Digitalisasi putusan dan rekam jejak perkara untuk meningkatkan akuntabilitas dan mempermudah pengawasan masyarakat.
- Pendidikan hukum rakyat berbasis komunitas agar hukum tidak hanya dimiliki oleh pejabat berpendidikan hukum tinggi.
Partai X mengingatkan, hukum bukanlah milik segelintir orang berseragam hitam yang mengunci mulut rakyat lewat aturan. Hukum harus dimiliki seluruh warga negara, terutama mereka yang selama ini hanya bisa bersuara lewat jeritan ketidakadilan.
Jika pengangkatan pejabat tinggi peradilan hanya dipandang sebagai formalitas, maka rakyat hanya akan menerima bayangan hukum bukan keadilan itu sendiri.