beritax.id – Seorang ibu rumah tangga, Jasmawati (43), tewas akibat ledakan bom ikan di rumahnya, Desa Lolisang, Kecamatan Kajang, Bulukumba. Kapolres Bulukumba AKBP Restu Wijayanto menyebut tubuh korban ditemukan dalam kondisi terpisah. Ledakan tersebut terjadi pada Selasa (1/7) malam dan mengakibatkan kerusakan rumah korban.
Dari pernyataan kepolisian, tidak ada korban lain selain korban tunggal tersebut. Namun kejadian ini membuktikan bahwa praktik bom ikan masih merajalela di daerah pesisir yang miskin pengawasan dan perlindungan.
Bom Ikan dan Jerat Kemiskinan Struktural
Menurut Partai X, tragedi ini adalah cermin dari kegagalan pemerintah dalam melindungi kehidupan warga kecil. Laut sebagai sumber hidup dikuasai korporasi tambang dan ekspor besar. Sementara itu, nelayan dan masyarakat pesisir bertaruh nyawa untuk sekilo makan.
“Ini bukan soal bom ikan semata, tapi soal siapa yang punya akses pada hasil laut dan siapa yang menanggung risikonya,” kata Prayogi R Saputra, Direktur X-Institute dan Anggota Majelis Tinggi Partai X.
Partai X mengingatkan bahwa fungsi pemerintah bukan sekadar mengatur hukum, tetapi juga melindungi dan melayani rakyat.
“Kalau rakyat kecil sampai harus pakai bom ikan untuk bertahan hidup, maka kegagalan itu bukan di tangan nelayan, tapi di pemerintah,” ujar Prayogi.
Solusi dan Prinsip Negara Berdaulat
Partai X menyerukan solusi yang berpijak pada tiga hal: perlindungan sosial, reformasi tata kelola pesisir, dan akses usaha untuk nelayan kecil. Laut Indonesia tidak boleh hanya jadi ladang eksploitasi tambang nikel, pasir laut, dan korporasi asing. Harus ada rekonstruksi ekonomi pesisir yang berpihak pada nelayan kecil dan perempuan pesisir.
Sebagaimana ditegaskan dalam prinsip Partai X, pemerintah tidak boleh membiarkan warganya bertarung demi bertahan hidup. Pemerintah harus hadir dalam bentuk kebijakan afirmatif, bukan hanya teguran dan penindakan represif.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X mendidik calon pemimpin yang tidak hanya pandai debat, tapi juga peduli dan berpihak pada warga kecil. Di sekolah ini diajarkan bahwa kebijakan publik harus dilandasi kepekaan sosial, bukan statistik pertumbuhan semata.
“Kalau ledakan di desa hanya dianggap insiden, dan nelayan dianggap kriminal, maka kita sedang kehilangan hati nurani bernegara,” pungkas Prayogi.