beritax.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal merupakan langkah penting untuk mewujudkan pemilu yang lebih ramah HAM.
Komnas HAM menilai bahwa keputusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 mencerminkan kehadiran negara dalam melindungi hak hidup dan hak atas kesehatan, khususnya bagi petugas pemilu yang selama ini terbebani kerja berlebihan.
Partai X: Mengapa Baru Sekarang Negara Sadar?
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyampaikan bahwa pengakuan HAM dalam penyelenggaraan pemilu seharusnya bukan hasil gugatan, melainkan prinsip awal negara demokratis. Ia menilai selama ini negara telah menutup mata atas beban kerja ekstrem yang menewaskan ratusan petugas pemilu.
Rinto menekankan bahwa tugas negara bukan sekadar menyelenggarakan pemilu, tapi juga memastikan bahwa pemilu tidak melanggar hak dasar rakyat dan penyelenggaranya. “Tugas pemerintah itu tiga: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Bukan menekan rakyat dengan aturan buatan sendiri,” tegasnya.
Partai X kembali mengingatkan bahwa pemerintah bukan pemilik negara, melainkan pelayan rakyat. Menurut prinsip Partai X, negara ibarat bus yang dimiliki rakyat, dikemudikan pemerintah sesuai tujuan rakyat, bukan sebaliknya.
Prinsip inilah yang dilanggar saat pemilu disatukan dan rakyat serta petugas dijadikan korban efisiensi semu. Beban lima kotak pemilu 2019-2024 yang menewaskan ratusan petugas adalah bukti nyata pemerintah mengemudi tanpa arah.
Solusi Partai X: Pemilu Demokratis Harus Berbasis HAM
Partai X mengusulkan solusi mendasar agar praktik pemilu lebih menjunjung hak asasi. Pertama, reformulasi sistem pemilu yang memisahkan pemilu nasional dan lokal harus dibarengi desain kerja yang manusiawi. Kedua, sistem kepemiluan harus berbasis pada sistem pakar (expert system) agar lebih transparan, akuntabel, dan adil.
Ketiga, pendidikan politik harus dimulai dari sekolah, bukan hanya dari partai. Maka kurikulum wajib memuat pelajaran pemerintahan kebangsaan yang menyiapkan generasi bermental negarawan, bukan sekadar pemilih.
Melalui Sekolah Negarawan, Partai X berkomitmen mencetak pemimpin berintegritas, berpikir kritis, dan memprioritaskan keadilan. Pendidikan di Sekolah Negarawan menanamkan nilai Pancasila yang benar-benar dihayati, bukan sekadar dislogankan.
Rinto menegaskan, pemilu yang ramah HAM hanya bisa diwujudkan bila politisi dan penyelenggara dididik dengan integritas dan empati. Sekolah Negarawan adalah platform untuk membangun peradaban baru berbasis kebenaran, bukan kepentingan.
Rakyat Bukan Penonton, Tapi Penentu Arah Negara
Partai X menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa rakyat adalah pemilik negara, bukan obyek korban aturan. Pemisahan pemilu adalah awal yang baik, tapi perlu dilanjutkan dengan evaluasi menyeluruh atas sistem pemilu dan penataan ulang relasi rakyat dengan kekuasaan.
HAM bukan hanya diakui saat digugat, tapi seharusnya menjadi pondasi semua kebijakan. Bila negara masih buta terhadap penderitaan rakyatnya sendiri, maka demokrasi hanya nama tanpa jiwa.