beritax.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menghidupkan delapan rancangan undang-undang (RUU) yang masih tertahan di meja legislatif. Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan bahwa delapan RUU tersebut saat ini berada dalam tahap pembicaraan tingkat I. Ketiganya berasal dari usulan DPR, pemerintah, serta daftar kumulatif terbuka.
“Tujuh dari delapan RUU itu adalah warisan dari periode sebelumnya,” ujar Puan dalam Rapat Paripurna di Senayan, Selasa (24/6). Namun tidak dijelaskan secara rinci RUU apa saja yang masuk dalam daftar tersebut.
Puan menambahkan, kesinambungan legislasi dianggap penting untuk kepastian hukum dan menjawab kebutuhan masyarakat. Pemerintah pun masih menunggu undangan resmi untuk menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait beberapa RUU prioritas.
Partai X Kritik DPR Lintas Periode: Parlemen Baru, Pola Lama
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra menyayangkan gaya kerja “copy-paste” legislasi yang terus berulang dari periode ke periode. Menurutnya, semangat pembaharuan dalam tubuh parlemen tidak boleh sekadar simbolik.
“DPR sudah berganti wajah, tapi naskah undang-undangnya tetap daur ulang. Ini bukan kesinambungan hukum, tapi kemacetan reformasi,” ujar Prayogi. Ia menilai, kebiasaan melanjutkan RUU tanpa evaluasi publik hanya menjadikan rakyat sebagai penonton, bukan subjek legislasi.
Prinsip Negara: Lindungi, Layani, Atur, Bukan Salin, Sisip, Sahkan
Partai X mengingatkan bahwa tugas utama negara ialah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat, bukan melanjutkan warisan legislasi tanpa kritik.
“Kalau setiap RUU hanya dipindahkan dari map lama ke map baru, lalu disahkan tanpa evaluasi, itu bukan reformasi. Itu repackaging demokrasi,” kata Prayogi menegaskan.
Menurut prinsip Partai X, pembentukan undang-undang harus berbasis pada keberpihakan, bukan kepraktisan. Proses pembentukan UU harus membuka ruang partisipasi rakyat, bukan sekadar menjaring persetujuan pejabat di ruang tertutup.
Solusi Partai X: Legislasi Progresif, Berbasis Sekolah Negarawan
Partai X menyerukan agar setiap RUU harus dimulai dari analisis kebijakan publik yang terukur, bukan sekadar penyesuaian administratif. Dengan membangun Sekolah Negarawan, Partai X mendorong para legislator memahami fungsi kekuasaan sebagai amanah, bukan proyek tahunan.
Solusi dari Partai X menekankan pentingnya pelibatan masyarakat sipil sejak tahap awal perumusan RUU. Semua rancangan harus dibuka ke publik, disampaikan secara transparan, dan dikritisi secara akademik. “Legislasi tidak boleh lahir dari ruang gelap, apalagi demi kepentingan sempit,” tegas Prayogi.
Partai X mengingatkan bahwa demokrasi sejati hanya hidup jika rakyat dilibatkan dalam setiap keputusan besar. Legislasi yang sehat bukan dilihat dari jumlah RUU yang dibahas, tetapi dari kualitas keterlibatan rakyat dalam prosesnya.
“Ganti anggota DPR itu mudah. Tapi mengganti mentalitas legislator yang malas mendengar rakyat, itu PR besar kita,” tutup Prayogi dengan tegas.