beritax.id – Sejumlah pakar menyoroti perlunya regulasi ketat terhadap penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam proses pemilihan umum (pemilu). Mereka memperingatkan ancaman manipulasi dan penyalahgunaan teknologi jika tidak diatur dengan jelas dan transparan.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya juga telah mengeluarkan putusan yang melarang penggunaan gambar atau suara hasil manipulasi AI dalam kampanye pemilu. Putusan itu menandai pengakuan resmi bahwa teknologi AI membawa risiko serius terhadap integritas demokrasi.
Rakyat Butuh Perlindungan, Bukan Sekadar Inovasi Digital
Ketua Umum Partai X, Erick Karya, menegaskan bahwa teknologi pemilu harus tunduk pada prinsip kedaulatan rakyat. Menurutnya, demokrasi digital tetap harus berpijak pada etika dan moral publik, bukan sekadar efisiensi teknologis.
Ia mengingatkan bahwa tugas pemerintah ada tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Dalam konteks ini, perlindungan digital dari penyalahgunaan kekuasaan sama pentingnya dengan perlindungan fisik rakyat dari ancaman nyata.
“Kalau teknologi digunakan untuk menguatkan kekuasaan, bukan kedaulatan rakyat, maka demokrasi tinggal nama,” ujarnya.
Prinsip Partai X dalam Menyikapi Teknologi AI dalam Pemilu
Partai X memandang bahwa teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), harus diletakkan dalam kerangka kedaulatan rakyat.
Prinsip utama Partai X adalah bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, bukan objek kekuasaan.
Maka, setiap instrumen teknologi yang menyentuh proses demokrasi, termasuk AI dalam pemilu, wajib dikontrol oleh kerangka hukum yang ketat, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Partai X menekankan bahwa politik adalah perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, teknologi AI tidak boleh dimanfaatkan untuk memperkuat dominasi penguasa, mengaburkan integritas informasi publik, atau memanipulasi citra diri secara tidak etis dalam kampanye.
Partai X menolak segala bentuk manipulasi digital yang menjauhkan demokrasi dari nilai-nilai Pancasila.
Dalam pandangan Partai X, penggunaan AI tanpa etika dan pengawasan akan mengkhianati cita-cita sila keempat dan kelima Pancasila, yakni “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” dan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Solusi Partai X: Audit Teknologi, Etika Digital, dan Pendidikan Politik
Partai X menilai urgensi regulasi pemilu digital harus dikawal secara aktif oleh rakyat. Untuk itu, solusi konkret perlu diterapkan, antara lain:
- Audit Independen Teknologi AI Pemilu
Setiap perangkat digital dalam pemilu wajib diaudit oleh badan independen berbasis kepakaran untuk menjamin keabsahan dan netralitas. - Etika Digital dalam UU Pemilu
UU Pemilu harus memuat pasal yang secara eksplisit mengatur batasan teknologi dan sanksi terhadap manipulasi digital yang merugikan rakyat. - Kurikulum Pendidikan Digital
Pendidikan dasar dan menengah harus mulai mengenalkan literasi digital agar generasi muda tidak mudah dimanipulasi narasi algoritmik. - Transparansi Data dan Sistem Pemilu
Setiap alat dan sistem digital harus bisa diuji publik dan terbuka terhadap koreksi serta pengawasan langsung masyarakat.
Partai X mengusulkan penguatan Sekolah Negarawan sebagai lembaga yang membentuk etika dan karakter pemimpin di era digital. Dengan nilai-nilai seperti integritas, berpikir kritis, serta cinta tanah air, institusi ini menjadi jawaban atas krisis kepercayaan publik terhadap kekuasaan elektoral.
Partai X menegaskan kembali bahwa rakyat adalah pemilik kedaulatan, bukan algoritma atau penguasa. Pemerintah hanya pelaksana mandat, bukan pemilik negara.
Negara yang sehat adalah negara yang bisa mengatur teknologi untuk kepentingan publik, bukan sebaliknya.
“AI bisa bantu pemilu, tapi rakyat harus tetap jadi penentu,” tutup Erick Karya dengan tegas.