beritax.id – Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, memperingatkan ancaman besar tambang nikel terhadap ekosistem Raja Ampat. Ia menyebut bahwa kawasan tersebut menyimpan 75 persen spesies terumbu karang dunia dan ribuan jenis biota laut.
Selain biota laut, satwa langka seperti burung cenderawasih botak juga terancam punah. Burung endemik ini menjadi daya tarik utama ekowisata, terutama di distrik Waisai yang menjadi sentra homestay wisata burung.
Ekowisata menyumbang sekitar 15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Raja Ampat pada 2020. Nilainya mencapai Rp 7 miliar per tahun. Sayangnya, tambang nikel justru merambah Pulau Gag, Kawe, dan Manuran yang tergolong pulau kecil yang dilindungi.
Greenpeace mencatat lebih dari 500 hektare hutan sudah dibabat untuk tambang. Kapal tongkang yang mengangkut nikel dikhawatirkan akan merusak terumbu karang akibat aktivitas lintas laut intensif.
Partai X: Negara Harus Melayani Rakyat, Bukan Tambang
Menanggapi hal ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan mengingatkan bahwa tugas negara adalah melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. “Pemerintah bukan pemilik negara. Pemerintah hanya sopir. Rakyat adalah raja,” tegasnya.
Menurut prinsip Partai X, negara dibentuk oleh rakyat, bukan untuk memperkaya pemilik izin tambang. Bila ekowisata yang berbasis rakyat dikorbankan demi hilirisasi tambang, maka negara sedang kehilangan arah tujuannya.
Raja Ampat bukan hanya aset lokal, tapi warisan dunia. Jika hilang karena tambang, maka kerugiannya tak akan bisa dipulihkan. Terumbu karang, pari manta, dan burung cenderawasih bukan produk industri yang bisa diproduksi ulang.
Rinto menyebutkan, jika negara tetap mengabaikan kerusakan ekologis demi investasi, maka pemerintah sedang menjalankan kekuasaan dari rakyat, oleh pejabat, untuk pejabat.
Solusi Partai X: Kembalikan Kedaulatan kepada Rakyat
Partai X mendorong evaluasi total kebijakan pertambangan di pulau kecil dan kawasan konservasi. Pertama, hentikan sementara semua aktivitas tambang di Raja Ampat.
Kedua, revisi UU yang memberi celah pada eksploitasi wilayah adat dan ekologis.
Ketiga, bentuk Dewan Kedaulatan Rakyat untuk mengawasi arah kebijakan strategis yang menyangkut masa depan ekologis bangsa. Keempat, transparansi dan akuntabilitas terhadap semua izin tambang yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin yang Mengutamakan Keseimbangan
Partai X melalui Sekolah Negarawan menyiapkan pemimpin yang memiliki wawasan keberlanjutan. Pemimpin masa depan harus berpikir jangka panjang, bukan sekadar melihat neraca perdagangan sesaat.
Sekolah ini mengajarkan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk praktik, bukan slogan. Kepemimpinan berbasis ilmu, keberanian, dan cinta pada alam adalah bagian dari kurikulumnya.
Partai X meyakini bahwa pembangunan sejati bukan yang menambang habis hari ini, tapi yang menyiapkan kehidupan esok hari. Jika kekayaan alam Papua dihancurkan demi hilirisasi jangka pendek, maka masa depan bangsa ikut dijual.
“Rakyat adalah raja. Pemerintah harus melayani, bukan menghancurkan rumah sang raja,” pungkas Rinto.