beritax.id – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap penyebab mandeknya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Tiga instansi pemerintah diketahui berebut kewenangan menyimpan aset rampasan hasil kejahatan negara.
Mahfud menyebut, sejak 2018, RUU ini sudah disepakati DPR dan pemerintah, namun gagal disahkan karena rebutan tempat penyimpanan aset rampasan. Kementerian Keuangan melalui Dirjen Kekayaan Negara, Kementerian Hukum dan HAM dengan Rubasan, serta Kejaksaan Agung dengan unit penyimpanan barang bukti, saling tarik kepentingan.
Akibatnya, RUU yang sangat dibutuhkan untuk memberantas korupsi ini terhenti hingga melewati Pemilu 2019 dan periode kedua Presiden Jokowi. Padahal, Presiden sudah sempat meminta Mahfud untuk mengajukan kembali dua undang-undang penting, yakni Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal.
Partai X: Di Meja RUU Saja Sudah Penuh Nafsu, Bagaimana di Lapangan?
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute, Prayogi R Saputra, menilai situasi ini mencerminkan kegagalan mental birokrasi dalam melihat prioritas. “Uang yang baru akan dirampas sudah diperebutkan instansi. Ini bukan negara hukum, tapi negara rebutan,” tegas Prayogi.
Ia menambahkan, sikap saling berebut justru memperlihatkan bahwa agenda antikorupsi belum dijalankan secara serius. Negara semestinya fokus menyelamatkan aset untuk rakyat, bukan menjadi ajang rebutan antarlembaga.
“Tugas pemerintah itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan menyembunyikan rebutan lewat RUU,” tegasnya.
RUU Perampasan Aset Jadi Simbol Pembusukan Legislasi Antikorupsi
Menurut Partai X, RUU Perampasan Aset seharusnya menjadi prioritas nasional. Sebab, Indonesia sudah lama gagal mengembalikan aset hasil tindak pidana korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya. Tanpa instrumen hukum kuat, negara selalu kalah di meja hukum.
“Ketika RUU ini tertahan hanya karena ego kementerian, itu artinya negara sedang gagal menegakkan keadilan,” tambah Prayogi.
Partai X menilai keterlambatan ini menunjukkan bahwa keberpihakan birokrasi lebih condong ke soal kekuasaan, bukan perlindungan terhadap harta negara.
Partai X Minta Presiden Ambil Alih dan Bentuk Otoritas Independen
Sebagai solusi, Partai X mendorong Presiden membentuk Otoritas Penyimpanan Aset Rampasan yang bersifat independen, di bawah langsung Presiden atau lembaga antikorupsi. Lembaga ini harus bebas dari tarik-menarik kepentingan antarinstansi.
Partai X juga menuntut agar seluruh rancangan undang-undang yang bersentuhan dengan keuangan hasil kejahatan dilibatkan dalam pembahasan partisipatif dengan publik dan masyarakat sipil.
“Kami tak ingin uang rampasan kembali dirampas lewat skema resmi yang dibuat pejabat negara,” tegas Prayogi.
Partai X mengingatkan, keberadaan RUU ini seharusnya menjadi momentum perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara dan pemberantasan korupsi. Namun jika niat awalnya saja sudah dikotori rebutan kepentingan, maka kepercayaan rakyat akan runtuh sepenuhnya.