beritax.id – Insiden keracunan massal mengguncang Lapas Kelas IIA Biaro, Bukittinggi, Sumatera Barat. Puluhan narapidana dilarikan ke rumah sakit, satu di antaranya meninggal dunia. Dua lainnya dalam kondisi kritis dan harus dirawat dengan bantuan ventilator.
Kepala Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Sumatera Barat, Marselina Budiningsih, menjelaskan bahwa keracunan terjadi karena minuman oplosan berbahan alkohol parfum. Alkohol 70 persen, yang seharusnya digunakan untuk produksi parfum dalam program pembinaan, disalahgunakan oleh napi menjadi minuman keras campuran.
“Bahan parfum itu dicampur minuman sachet dan es batu, lalu diminum bersama-sama,” ungkap Marselina. Total ada 22 napi yang dirawat di RSAM Bukittinggi. Satu korban lain keracunan di lapas juga sempat dirujuk ke RSUD Bukittinggi namun meninggal dua setengah jam kemudian.
Partai X: Nyawa Warga Binaan Tak Boleh Murah di Tangan Negara
Menanggapi insiden tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menyampaikan kritik keras terhadap lemahnya pengawasan negara. “Bagaimana bisa alkohol beredar bebas di lapas? Ini bukan insiden biasa, ini kelalaian sistemik,” ujarnya.
Diana menegaskan bahwa nyawa narapidana tetap merupakan tanggung jawab penuh negara. Mereka adalah bagian dari rakyat yang sedang menjalani pembinaan, bukan objek eksperimental dari kelalaian birokrasi. “Kalau sudah ada yang tewas, negara tidak cukup hanya membentuk tim investigasi,” tegasnya.
Dalam prinsip Partai X, pemerintah adalah pelayan rakyat yang wajib menjalankan tiga fungsi utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Insiden Lapas Biaro menunjukkan bahwa fungsi-fungsi ini lumpuh di titik paling dasar pengawasan internal.
“Lapas bukan tempat kematian sia-sia. Kalau alkohol bisa diambil tanpa seizin petugas, maka pengawasan itu fiktif,” ujar Diana. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh memperlakukan warga binaan sebagai kelompok yang boleh dikorbankan karena statusnya.
Negara Gagal Menjadi Pengemudi yang Bertanggung Jawab
Partai X mengingatkan kembali bahwa dalam analogi kenegaraan, rakyat adalah pemilik negara dan pemerintah hanyalah sopir bus. Ketika sopir lalai, maka kecelakaan adalah konsekuensi logis yang bisa dituntut oleh pemilik bus yakni rakyat.
“Lapas adalah ruang negara, bukan pasar gelap. Kalau pengawasan gagal, maka negara harus bertanggung jawab, bukan berlindung di balik prosedur,” tegas Diana. Ia menyerukan agar seluruh oknum, termasuk aparat lalai, diproses sesuai hukum.
Partai X mendesak agar sistem pemasyarakatan segera dievaluasi total. Program kemandirian tidak boleh menjadi celah penyalahgunaan bahan berbahaya. Harus ada SOP ketat dan pengawasan real-time atas seluruh aktivitas dalam lapas.
“Nyawa rakyat, termasuk narapidana, bukan barang murah. Jika satu saja hilang karena kelalaian, itu tanggung jawab negara,” tutup Diana. Partai X mendorong audit nasional terhadap program pembinaan di lapas dan sistem distribusi bahan kimia di lingkungan pemasyarakatan.