beritax.id – Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menyatakan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak akan dilakukan tergesa-gesa. Hal itu ia sampaikan di Kompleks Parlemen, Senayan.
Menurut Adies, proses ini masih dalam tahap rapat dengar pendapat bersama berbagai elemen masyarakat. DPR ingin memastikan seluruh masukan bisa didengar secara adil sebelum undang-undang disahkan.
Adies menjelaskan bahwa RKUHAP perlu disesuaikan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan mulai diberlakukan pada Januari 2026. Ia menegaskan pentingnya keselarasan antarhukum agar pelaksanaan di lapangan tidak bertabrakan.
Ia juga menyebut bahwa pembahasan undang-undang ini sangat kompleks, dengan banyak pasal yang menyangkut hak warga negara. Maka, prosesnya tidak dapat disamakan dengan revisi undang-undang yang hanya menyentuh beberapa pasal krusial seperti pada UU TNI.
Partai X: Jangan Lambat Sampai Membusuk, Tapi Juga Jangan Asal Selesai
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, memberikan catatan tajam atas pernyataan DPR. Ia mengingatkan bahwa terlalu lama menunda justru bisa mengendapkan masalah lebih dalam. “Jangan sampai dibiarin membusuk, tapi juga jangan asal dikebut,” ujar Rinto.
Ia menegaskan kembali prinsip dasar bahwa tugas pemerintah adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. RKUHAP adalah instrumen hukum yang menyentuh langsung kebebasan sipil dan hak asasi, bukan sekadar kumpulan pasal prosedural.
Rinto menyebut bahwa hukum acara pidana adalah jantung dari sistem peradilan. Tanpa sistem hukum acara yang adil, KUHP sehebat apa pun hanya akan jadi alat represi. “Kalau prosedurnya menindas, maka substansi hukumnya pun akan kehilangan makna,” tegasnya.
Partai X menekankan bahwa negara harus dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah sebagai bagian kecil dari rakyat tidak boleh menyusun hukum dengan kepentingan elite semata.
Partai X Desak Pemerintah Dengarkan Rakyat, Bukan Sekadar Simbol Konsultasi
Rinto juga menyoroti bagaimana rapat dengar pendapat seringkali hanya menjadi formalitas. Ia meminta DPR membuka proses ini secara luas, melibatkan kelompok masyarakat sipil, korban ketidakadilan hukum, dan akademisi secara aktif.
“Rakyat berhak tahu dan terlibat dalam menyusun aturan yang akan menyentuh hidup mereka sehari-hari,” ucap Rinto. Ia menegaskan bahwa hukum harus dibangun dari realitas, bukan dari mimbar kekuasaan.
Bagi Partai X, negara bukan hanya soal wilayah dan struktur hukum. Negara adalah entitas yang bertugas mewujudkan keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Maka, RKUHAP harus dipastikan tidak melanggengkan ketimpangan hukum dan ketidakadilan struktural.
Rinto menutup dengan pernyataan bahwa Partai X akan terus mengawal proses ini. Dengan prinsip kritis, objektif, dan solutif, Partai X berdiri untuk hukum yang membebaskan, bukan membelenggu rakyat.