beritax.id – Penyidik Satreskrim Polres Lembata resmi menetapkan lima warga sebagai tersangka kasus kekerasan terhadap anak. Korban, anak laki-laki berusia 15 tahun, mengalami penyiksaan fisik dan mental yang mengerikan oleh warga kampungnya sendiri.
Peristiwa terjadi di Desa Normal I, Kecamatan Omesuri, pada Rabu (2/4) dan menjadi viral setelah videonya tersebar. Kapolres Lembata, AKBP I Gede Eka Putra Astawa, membenarkan penangkapan dan penahanan lima tersangka.
Korban awalnya dituduh mencuri alat cukur listrik. Tuduhan itu memicu kekerasan tanpa proses hukum yang manusiawi. Korban ditabrak motor, ditelanjangi, dipukuli, disulut api rokok, dan diarak keliling kampung dalam kondisi terikat.
Sebuah video menunjukkan seorang perempuan memaksa korban membuka pakaian, menyemburinya dengan ludah, dan memukul wajahnya. Kemudian seorang pria menyulut api rokok ke tubuh korban saat korban dalam keadaan telanjang dan tangan terikat ke belakang.
Kasat Reskrim Lembata, AKP Donatus Sare, menyatakan lima warga telah ditetapkan sebagai tersangka usai gelar perkara. Para tersangka berinisial LL, HM, MPO, AL, dan PS, kini ditahan di Polres Lembata sejak Senin (7/4) malam.
Mereka dijerat Pasal 80 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman berat. Polisi juga telah memeriksa lima saksi dari warga yang menyaksikan langsung aksi kekerasan tersebut.
Partai X: Ini Alarm, Bukan Sekadar Kasus
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menilai kasus ini sebagai cermin kegagalan negara melindungi anak-anak. “Tugas negara itu tiga loh: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegas Rinto dalam pernyataannya.
Menurutnya, tragedi ini tak akan terjadi jika pemerintah hadir secara nyata dalam pengawasan dan perlindungan warga rentan.
“Jangan tunggu jeritan anak jadi headline dulu baru aparat bergerak,” katanya dengan nada geram.
Partai X menilai negara abai dalam membangun ekosistem sosial yang manusiawi, terutama di wilayah pinggiran seperti Lembata.
“Ketika hukum rimba lebih dipercaya warga daripada polisi, maka negara sudah gagal menjadi pelindung,” ujar Rinto.
Ia menegaskan bahwa prinsip keadilan sosial Partai X mengamanatkan negara tak boleh abai terhadap kelompok lemah.
“Kita bukan hanya bicara soal hukum, tapi soal martabat manusia. Anak-anak tak boleh tumbuh dalam ketakutan,” tegasnya.
Solusi Partai X: Negara Harus Hadir, Bukan Hanya Reaktif
Partai X mendesak pemerintah pusat dan daerah memperkuat pendidikan hukum dan etika sosial di tingkat akar rumput. Rinto mengusulkan pendekatan keadilan restoratif yang berpihak pada korban, bukan hanya mengejar penindakan pasca tragedi.
“Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan sekadar petugas penjara,” pungkasnya dengan nada lugas dan penuh keprihatinan. Ia mengajak seluruh pihak menciptakan ruang aman bagi anak-anak untuk tumbuh, belajar, dan merasa dilindungi oleh negaranya.
Kekerasan terhadap anak bukan hanya soal kriminalitas, tapi juga soal kegagalan sistem dan minimnya keberpihakan. Partai X hadir membawa suara perubahan: kritis, obyektif, dan solutif untuk masa depan anak-anak bangsa.