beritax.id – Menteri Perhutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengusulkan pemanfaatan tanaman aren jadi pengganti bahan bakar minyak (BBM). Usulan ini diklaim sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada impor BBM, yang setiap tahunnya mencapai Rp396 triliun.
Dalam pernyataannya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (4/3/2025), Raja Juli menjelaskan bahwa dengan menanam 1,2 juta hektare pohon aren, Indonesia bisa memproduksi 2,6 juta kiloliter etanol, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
“Kalau kita tanam hari ini, dalam 6 tahun kita sudah tidak perlu impor BBM lagi. Dengan biaya kurang dari Rp100 triliun, kita bisa menghasilkan etanol untuk menggantikan BBM,” ujar Raja Juli.
Ia juga menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui rencana ini, sementara Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) juga tengah menunjukkan minat besar pada pengembangan tanaman aren di berbagai daerah.
Namun, apakah rencana ini benar-benar realistis atau sekadar wacana yang sulit diwujudkan?
Aren sebagai Bioetanol: Solusi atau Tantangan Baru?
Penggunaan bioetanol sebagai pengganti BBM bukanlah gagasan baru. Sejumlah negara seperti Brasil telah berhasil mengembangkan industri bioetanol dari tebu.
Namun, ada sejumlah tantangan besar yang perlu diperhatikan sebelum menjadikan aren jadi bbm sebagai sumber energi utama.
Kesiapan infrastruktur menjadi salah satu kendala utama. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki ekosistem yang matang untuk produksi dan distribusi bioetanol secara massal. Dibutuhkan investasi besar untuk membangun kilang bioetanol, infrastruktur distribusi, serta mengonversi mesin kendaraan agar kompatibel dengan bahan bakar ini.
Selain itu, rencana menanam 1,2 juta hektare aren juga menimbulkan pertanyaan. Untuk menanam aren dalam skala besar, pemerintah harus memastikan bahwa lahan yang digunakan tidak merusak hutan atau menggeser lahan pertanian produktif. Perlu ada perencanaan matang agar konversi lahan tidak mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan petani.
Biaya produksi juga menjadi perhatian. Raja Juli menyebut bahwa investasi Rp100 triliun cukup untuk menanam 1,2 juta hektare aren. Namun, tanpa rincian lebih lanjut, sulit menilai apakah angka ini realistis. Selain itu, apakah harga produksi bioetanol dari aren dapat bersaing dengan harga BBM impor?
Dukungan dari industri otomotif juga menjadi faktor penentu keberhasilan program ini. Kendaraan yang beredar di Indonesia saat ini mayoritas masih berbasis BBM fosil. Diperlukan transisi teknologi besar-besaran untuk mengadaptasi mesin kendaraan agar kompatibel dengan bioetanol.
Partai X: Wacana Besar, Tapi Mana Langkah Konkret?
Menanggapi rencana ini, Prayogi R. Saputra, Direktur X-Institute, menilai bahwa inisiatif penggantian BBM dengan bioetanol dari aren masih terlalu prematur jika tidak diiringi dengan kebijakan yang matang dan implementasi nyata.
“Kami mendukung diversifikasi energi, tetapi kami ingin tahu: apakah ada roadmap yang jelas? Ataukah ini hanya wacana yang akhirnya tidak pernah terealisasi?” ujar Prayogi dalam keterangannya, Selasa (4/3/2025).
Menurut Prinsip Partai X, kebijakan energi harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan. Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan dengan gamblang bagaimana mekanisme pendanaan proyek ini. Apakah hanya menggunakan dana APBN, atau akan melibatkan investor swasta?
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa ada kajian lingkungan dan sosial yang komprehensif. Jangan sampai proyek ini justru merusak ekosistem atau menggusur lahan produktif.
Prayogi juga mempertanyakan target implementasi yang konkret. Pemerintah tidak boleh hanya melempar janji, tetapi harus memiliki tahapan yang jelas dan terukur.
“Jangan sampai ini hanya jadi wacana. Kalau serius, mana langkah nyata? Bagaimana dukungan kepada petani aren? Bagaimana regulasi untuk menarik investor? Ini yang harus dijawab pemerintah,” tegas Prayogi.
Kesimpulan: Aren Jadi BBM
Mengembangkan bioetanol dari aren sebagai pengganti BBM adalah ide yang menarik, tetapi membutuhkan kesiapan infrastruktur, investasi besar, dan dukungan industri yang solid.
Partai X menegaskan bahwa kebijakan energi harus berbasis realitas, bukan sekadar janji manis. Jika pemerintah benar-benar serius dengan program ini, harus ada perencanaan jangka panjang yang jelas, didukung kajian ilmiah dan skema investasi yang transparan.
“Kami akan terus mengawal kebijakan ini. Jangan sampai rakyat hanya diberi wacana besar tanpa langkah nyata yang benar-benar bisa diwujudkan,” pungkas Prayogi.