beritax.id – Pemerintah terus mempercepat pembangunan infrastruktur penunjang program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan mengalihkan dana desa untuk membentuk 70.000 Koperasi Desa Merah Putih. Kebijakan ini memicu beragam reaksi, termasuk dari Partai X yang mempertanyakan efektivitas serta potensi dampaknya terhadap pembangunan desa.
Kebijakan Presiden
Presiden Prabowo Subianto menetapkan kebijakan ini dalam rapat terbatas bersama para menteri di Istana Kepresidenan, Senin (3/3/2025). Menko Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa koperasi tersebut akan menjadi pusat distribusi bahan baku MBG di desa-desa, sekaligus menampung hasil pertanian lokal.
“Dengan membangun Kop Des Merah Putih, kita tidak hanya memastikan bahan baku MBG tersedia, tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih mandiri di desa,” ujar Zulkifli Hasan.
Menurut rencana, pembiayaan setiap koperasi diperkirakan mencapai Rp 3-5 miliar dan akan diambil dari dana desa sekitar Rp 1 miliar per tahun. Untuk menutupi kekurangan modal awal, pemerintah akan menggandeng Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagai penyalur kredit.
Partai X: Jangan Sampai Dana Desa Salah Sasaran!
Prayogi R. Saputra Direktur X-Institute menyatakan dukungan terhadap penguatan koperasi, namun ia menegaskan bahwa pengawasan ketat sangat diperlukan agar program ini tidak merugikan desa-desa yang masih membutuhkan dana untuk infrastruktur dasar.
Kami mendukung pemberdayaan ekonomi desa, tapi dana desa untuk infrastruktur tidak boleh habis tanpa hasil yang jelas. Pemerintah harus menjamin koperasi ini benar-benar berfungsi, bukan hanya sekadar proyek mercusuar,” tegas Prayogi.
Ia juga meminta adanya transparansi dalam penyaluran dana dan seleksi koperasi yang mendapatkan dukungan, agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran.
Tantangan dan Prospek Koperasi Desa
Kebijakan ini dianggap sebagai strategi untuk memotong rantai distribusi pangan dan meningkatkan efisiensi pasokan bahan baku MBG. Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyebutkan bahwa koperasi desa akan dibangun dengan tiga pendekatan, yaitu membentuk koperasi baru, merevitalisasi koperasi yang ada, dan mengembangkan koperasi eksisting.
Namun, tantangan besar juga menghadang. Banyak koperasi di Indonesia sebelumnya mengalami kesulitan dalam manajemen keuangan dan operasional. Jika tidak dikelola dengan baik, kebijakan ini berisiko menciptakan koperasi-koperasi “mati suri” yang justru membebani anggaran desa.
“Jika ini dijalankan dengan benar, koperasi desa bisa menjadi solusi ekonomi yang luar biasa. Tapi jika hanya proyek sesaat tanpa pendampingan yang serius, maka akan jadi beban baru bagi desa,” lanjut Prayogi.
Kesimpulan
Langkah pemerintah dalam membangun Koperasi Desa Merah Putih dengan dana desa merupakan gebrakan besar yang bisa membawa manfaat ekonomi sekaligus tantangan baru. Dengan pengawasan ketat dan implementasi yang terstruktur, koperasi ini bisa menjadi mesin penggerak ekonomi pedesaan. Jika tidak dikelola dengan baik, kekhawatiran Partai X akan terwujud dana desa habis tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
Apakah langkah ini akan menjadi tonggak baru pemberdayaan ekonomi desa atau justru menambah daftar panjang proyek gagal pemerintah? Waktu yang akan menjawab.