beritax.id – Pemerintah Indonesia resmi menerapkan kebijakan Work From Anywhere (WFA) mulai 24 Maret 2025. Kebijakan ini memungkinkan pekerja untuk bekerja dari lokasi mana pun, tidak terbatas pada kantor atau rumah. Meski dianggap sebagai langkah progresif, Partai X melalui perwakilannya, Rinto Setiyawan Anggota Majelis Tinggi Partai X, menyoroti sejumlah kekurangan, terutama terkait kesiapan infrastruktur digital dan perlindungan hak pekerja.
Dalam siaran pers yang dirilis Senin (3/3/2025), Rinto Setiyawan menyatakan bahwa kebijakan WFA harus didukung oleh infrastruktur digital yang merata dan memadai. “Kebijakan WFA tidak akan efektif jika infrastruktur digital di Indonesia, terutama di daerah terpencil, masih tertinggal. Bagaimana mungkin pekerja di pelosok bisa bekerja dari mana saja jika jaringan internetnya tidak stabil atau bahkan tidak ada?” ujar Rinto.
Kesiapan Infrastruktur Digital Dipertanyakan
Partai X menilai, pemerintah belum sepenuhnya siap menerapkan WFA secara nasional. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa hingga 2024, masih ada sekitar 12.000 desa yang belum terjangkau internet berkecepatan tinggi. “Ini adalah masalah serius. Tanpa infrastruktur yang memadai, WFA hanya akan memperlebar kesenjangan antara pekerja di kota besar dan daerah,” tambah Rinto.
Selain itu, Partai X juga mempertanyakan kesiapan platform digital yang akan digunakan untuk mendukung WFA. “Apakah platform yang digunakan sudah teruji keamanannya? Bagaimana dengan risiko kebocoran data atau serangan siber? Ini harus menjadi perhatian serius pemerintah,” tegas Rinto.
Hak Pekerja dalam Skema WFA
Tidak hanya infrastruktur, Partai X juga menyoroti perlindungan hak pekerja dalam skema WFA. Rinto Setiyawan mengingatkan bahwa bekerja dari mana saja bisa mengaburkan batas antara waktu kerja dan waktu pribadi. “Tanpa regulasi yang jelas, WFA berpotensi memicu eksploitasi pekerja. Mereka bisa dipaksa bekerja di luar jam normal tanpa kompensasi yang memadai,” ujarnya.
Partai X mendesak pemerintah untuk segera merumuskan aturan yang melindungi hak pekerja, termasuk batasan jam kerja, hak cuti, dan jaminan kesehatan. “Kami tidak ingin WFA justru menjadi alat untuk mengeksploitasi pekerja. Pemerintah harus memastikan bahwa hak-hak pekerja tetap terlindungi,” tegas Rinto.
Dampak Infrastruktur Digital pada Pekerja Lepas dan UKM
Rinto juga mengkritik kurangnya perhatian pemerintah terhadap nasib pekerja lepas dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam kebijakan WFA. “Banyak pekerja lepas dan UKM yang belum siap dengan sistem WFA. Mereka mungkin tidak memiliki akses ke teknologi atau kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat,” ujarnya.
Partai X menyarankan agar pemerintah memberikan pelatihan dan insentif bagi pekerja lepas dan UKM untuk memastikan mereka tidak tertinggal. “Kebijakan WFA harus inklusif dan memastikan bahwa semua lapisan masyarakat bisa merasakan manfaatnya,” tambah Rinto.
Prinsip Partai X: Keadilan dan Kesejahteraan
Sebagai partai yang mengusung prinsip keadilan dan kesejahteraan, Partai X menegaskan bahwa kebijakan WFA harus memastikan keadilan bagi semua pihak, baik pekerja, perusahaan, maupun pemerintah. “Kami mendukung inovasi dan kemajuan, tetapi itu tidak boleh mengorbankan hak-hak dasar pekerja atau memperlebar kesenjangan sosial,” kata Rinto.
Partai X juga mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi berkala terhadap implementasi WFA. “Kami ingin memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi semua pihak, bukan hanya sekadar wacana,” pungkas Rinto.
Tantangan ke Depan
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, penerapan WFA di Indonesia memerlukan persiapan matang dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Partai X berharap pemerintah dapat segera menindaklanjuti kritik dan masukan yang diberikan agar WFA bisa menjadi solusi yang efektif bagi masa depan dunia kerja di Indonesia.