beritax.id – Indonesia Krisis bukan sekadar slogan, melainkan gambaran nyata yang dirasakan jutaan warga hari ini. Ketika akses terhadap sumber daya, kebijakan, dan pengambilan keputusan semakin terkonsentrasi pada segelintir pejabat, rakyat justru menanggung beban paling berat dari mahalnya biaya hidup, rusaknya lingkungan, hingga menyempitnya ruang partisipasi publik. Negara terlihat berjalan, tetapi tidak bergerak ke arah yang dirasakan adil oleh warganya.
Berbagai kebijakan strategis kerap lahir tanpa pelibatan publik yang memadai. Arah pembangunan ditentukan oleh kepentingan terbatas, sementara dampaknya menyebar luas ke rakyat: penggusuran, kerentanan kerja, dan ketidakpastian ekonomi. Dalam situasi ini, negara seolah hadir untuk menjaga kepentingan tertentu, bukan memastikan keadilan bagi mayoritas.
Rakyat Membayar Harga dari Kebijakan yang Tidak Inklusif
Ketika kebijakan dirancang dari atas ke bawah tanpa mendengar suara lapangan, risiko dialihkan ke rakyat. Harga kebutuhan pokok melonjak, kualitas lingkungan menurun, dan layanan publik tersendat. Rakyat diminta bersabar, sementara keuntungan dan perlindungan justru terkonsentrasi di lingkar kekuasaan.
Regulasi terus bertambah, tetapi perlindungan nyata kerap tertinggal. Negara sigap menertibkan, namun lambat merespons saat rakyat menghadapi krisis baik ekonomi, sosial, maupun ekologis. Ketimpangan ini memperdalam rasa tidak aman dan mengikis kepercayaan publik.
Tanggapan Prayogi R. Saputra: Arah Negara Harus Dikoreksi
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menilai kondisi ini sebagai peringatan serius tentang arah pengelolaan negara.
“Jika negara dikuasai segelintir kepentingan dan rakyat menanggung kerugiannya, itu tanda Indonesia Krisis dalam tata kelola,” tegas Prayogi.
Ia mengingatkan kembali fungsi dasar negara yang tidak boleh ditawar.
“Tugas negara itu hanya tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika yang dilindungi bukan rakyat, maka negara sedang menyimpang dari mandatnya,” lanjutnya.
Krisis Bukan Kekurangan Aturan, Melainkan Salah Prioritas
Menurut Prayogi, masalah utama bukan minimnya regulasi, melainkan prioritas yang keliru. Negara terlalu fokus menjaga kenyamanan kekuasaan, sementara kebutuhan mendasar rakyat diperlakukan sebagai urusan sekunder.
“Kebijakan harus diukur dari dampaknya bagi rakyat, bukan dari seberapa aman kekuasaan,” ujarnya.
Solusi: Mengembalikan Negara ke Mandat Rakyat
Untuk keluar dari krisis yang menumpuk, langkah korektif perlu segera diambil:
- Menempatkan kepentingan rakyat sebagai tujuan utama kebijakan
- Membuka proses pengambilan keputusan yang transparan dan partisipatif
- Menghentikan pemindahan risiko kebijakan kepada masyarakat
- Memperkuat perlindungan sosial, ekonomi, dan lingkungan
- Menegakkan akuntabilitas agar kekuasaan tunduk pada kepentingan publik
Indonesia tidak kekurangan sumber daya atau kapasitas. Yang dibutuhkan adalah keberanian mengoreksi arah mengakhiri dominasi segelintir kepentingan dan mengembalikan negara pada mandatnya. Tanpa itu, Indonesia Krisis akan terus menjadi kenyataan yang ditanggung rakyat setiap hari.



