beritax.id – Pemerintah kembali menyampaikan bahwa situasi keamanan di Papua berada dalam kondisi terkendali. Namun di sisi lain, laporan pengungsian warga papua terus bermunculan akibat operasi keamanan dan eskalasi konflik bersenjata di sejumlah wilayah. Ketimpangan antara pernyataan resmi dan pengalaman warga di lapangan menimbulkan pertanyaan serius, aman menurut siapa?
Dalam beberapa bulan terakhir, gelombang pengungsian kembali terjadi di sejumlah kabupaten di Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Warga sipil termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia mengungsi ke hutan, gereja, atau wilayah lain yang dianggap lebih aman. Banyak dari mereka hidup tanpa akses memadai terhadap pangan, layanan kesehatan, dan pendidikan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak keamanan tidak berhenti pada target operasi, tetapi merembet luas ke kehidupan warga biasa.
Akses Informasi dan Bantuan yang Terbatas
Selain pengungsian, keterbatasan akses informasi dan bantuan kemanusiaan menjadi persoalan krusial. Jurnalis dan organisasi kemanusiaan menghadapi hambatan untuk menjangkau lokasi terdampak, sementara data resmi sering tertinggal dari realitas lapangan. Akibatnya, penderitaan warga kerap luput dari perhatian publik nasional.
Ketika informasi tersaring, penderitaan menjadi tak terlihat.
Keamanan Versi Negara vs Keamanan Versi Warga
Keamanan kerap dimaknai negara sebagai stabilitas teritorial dan kontrol situasi. Namun bagi warga, keamanan berarti bisa tinggal di rumah tanpa rasa takut, mengolah kebun tanpa ancaman, dan menyekolahkan anak tanpa trauma. Perbedaan definisi ini membuat kebijakan keamanan terasa jauh dari kebutuhan warga sipil.
Tanpa perspektif warga, kebijakan berisiko mengulang siklus kekerasan dan pengungsian.
Tanggapan: Negara Wajib Hadir untuk Rakyat
Menanggapi situasi ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa pendekatan keamanan tidak boleh mengorbankan warga sipil.
“Negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Jika warga justru mengungsi karena merasa tidak aman, maka ada yang keliru dalam cara negara menjalankan tugas melindungi,” ujar Rinto.
Ia menambahkan bahwa melayani rakyat Papua berarti memastikan keselamatan, akses bantuan, dan suara mereka didengar dalam setiap kebijakan
Dampak Jangka Panjang bagi Papua
Pengungsian berkepanjangan berpotensi memutus akses pendidikan anak, memperburuk kesehatan masyarakat, dan menimbulkan trauma sosial yang mendalam. Jika tidak ditangani dengan pendekatan kemanusiaan yang serius, konflik akan meninggalkan luka antargenerasi.
Keamanan sejati tidak bisa dibangun di atas ketakutan.
Solusi: Mengutamakan Keselamatan Sipil
Untuk keluar dari kebuntuan ini, sejumlah langkah perlu ditempuh:
- Mengedepankan perlindungan warga sipil sebagai prioritas utama
Setiap operasi harus meminimalkan dampak terhadap masyarakat non-kombatan. - Membuka akses kemanusiaan dan informasi
Bantuan, jurnalis, dan pemantau independen harus dapat menjangkau wilayah terdampak. - Pendekatan dialog dan kesejahteraan
Masalah Papua tidak bisa diselesaikan semata dengan pendekatan keamanan. - Transparansi dan evaluasi kebijakan keamanan
Negara harus berani mengevaluasi dampak kebijakan berdasarkan pengalaman warga.
Ketika pemerintah mengatakan situasi aman, tetapi warga memilih mengungsi, maka yang perlu dikoreksi bukan suara warga, melainkan kebijakan. Demokrasi dan keadilan hanya akan hidup jika negara berani mendengar mereka yang paling terdampak. Keamanan sejati adalah ketika warga Papua bisa pulang ke rumah tanpa rasa takut.



