beritax.id — Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyoroti praktik bantuan bagi korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Ia menilai sebagian bantuan diberikan bukan atas dasar kemanusiaan, tetapi demi kepentingan elektoral.
Dalam pidatonya pada Konferensi Daerah dan Cabang PDIP di Bandung, Hasto menegaskan bahwa bantuan bagi korban bencana tidak boleh dijadikan alat kekuasaan. Ia menyebut bahwa rasa kemanusiaan harus berdiri di atas identitas negara, suku, agama, maupun kepentingan elektoral.
Menurutnya, tindakan kemanusiaan seharusnya muncul seperti naluri spontan seseorang menolong anak kecil di rel kereta tanpa menanyakan identitas, suku, atau agama, apalagi menuntut sorotan kamera.
PDIP, kata Hasto, menggalang Rp 1 miliar untuk korban bencana Sumatra sebagai bentuk gotong royong tanpa embel-embel elektoral.
Partai X: Bantuan Bencana Harus Berbasis Etika Negara
Menanggapi fenomena tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute Prayogi R Saputra menegaskan bahwa negara memiliki tiga tugas utama: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Karena itu, ia menekankan bahwa bantuan bencana adalah kewajiban negara dan tidak boleh disalahgunakan
“Bencana bukan panggung kekuasaan. Negara hadir untuk rakyat, bukan untuk pencitraan. Legitimasi moral harus diutamakan,” ujar Prayogi.
Partai X menilai bahwa bantuan justru menggerus kepercayaan rakyat terhadap institusi negara dan mencederai prinsip keadilan sosial.
Prinsip Partai X: Integritas, Kepakaran, dan Keberpihakan pada Rakyat
Berdasarkan prinsip resmi Partai X dalam dokumen internal:
1. Negara Tidak Boleh Menyalahgunakan Kekuasaan
Setiap bantuan harus diberikan berdasarkan kepakaran, kebutuhan lapangan, dan prinsip keadilan. Tidak boleh ada simbol atau proses yang mencondongkan manfaat bagi kelompok tertentu.
2. Kebijakan dan Aksi Publik Wajib Transparan
Partai X menegaskan bahwa pelayanan publik termasuk penanganan bencana harus berbasis standar profesional, bukan pencitraan atau promosi jabatan.
3. Rakyat adalah Subjek, Bukan Objek Kekuasaan
Menjadikan korban bencana sebagai alat elektoral bertentangan dengan nilai kemanusian dan demokrasi.
Solusi Partai X: Etika Penanganan Bencana dan Reformasi Praktik Publik
Untuk mencegah bencana dijadikan komoditas, Partai X menawarkan beberapa solusi strategis:
1. Standarisasi Etika Penanganan Bencana
- Larangan menempelkan atribut partai saat memberi bantuan.
- Larangan memotret bantuan untuk kepentingan.
- Penegakan pedoman etika lintas kementerian dan pemerintah daerah.
2. Pelibatan Lembaga Independen dalam Distribusi Bantuan
- Penyaluran bantuan harus memprioritaskan BNPB, Basarnas, Bulog, dan lembaga kemanusiaan independen.
- Kepala daerah dilarang menggunakan bantuan untuk promosi jabatan.
3. Transparansi Anggaran Bencana
- Laporan bantuan harus berbasis data, bukan narasi di media sosial.
- Audit berkala untuk memastikan anggaran tidak disalahgunakan.
4. Edukasi Publik Agar Tidak Terjebak Bantuan
- Masyarakat didorong menilai tindakan kemanusiaan berdasarkan integritas, bukan citra kekuasaan.
Penutup: Partai X Tegaskan Etika Kemanusiaan Harus Dijunjung Tinggi
Partai X menilai bahwa penanganan bencana besar yang melanda Sumatra tidak boleh dijadikan panggung kompetisi elektoral.
Prayogi kembali menekankan:
“Ketika rakyat berduka, pemimpin harus hadir dengan ketulusan. Keadilan, kepatutan, dan etika publik adalah fondasi negara yang sehat.”
Partai X menegaskan siap mengawal agar penanganan bencana di Indonesia berjalan berdasarkan nilai kemanusiaan, profesionalisme, dan kepentingan rakyat banyak.



