beritax.id – Setiap pemerintah selalu menyebut pendidikan sebagai sektor strategis. Namun kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan tidak pernah benar-benar menjadi prioritas kebijakan. Anggaran yang terlihat besar ternyata banyak terserap birokrasi, bukan langsung ke sekolah. Program berganti setiap tahun, tetapi persoalan di lapangan tetap sama fasilitas kurang, guru kewalahan, kurikulum membingungkan, dan kesenjangan semakin lebar. Jika pendidikan benar-benar diprioritaskan, masalah yang sama tidak akan muncul berulang selama puluhan tahun.
Banyak kebijakan pendidikan disusun dari ruang rapat, bukan ruang kelas. Akibatnya, program yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Ada sekolah yang dipaksa menerapkan digitalisasi padahal listrik saja tidak stabil. Ada kurikulum baru diluncurkan tanpa pelatihan yang memadai bagi guru. Ketidaksesuaian antara kebijakan dan kenyataan membuat sekolah bekerja keras, tetapi tetap tidak bisa berkembang.
Birokrasi Terlalu Rumit, Sekolah Kalah Sebelum Berjuang
Bantuan pendidikan sering macet bukan karena sekolah tidak mampu mengelola, melainkan karena birokrasi yang tumpang tindih. Sekolah harus memenuhi berlapis-lapis administrasi, persyaratan teknis, dan verifikasi yang memakan waktu. Program yang seharusnya membantu justru menambah beban. Ketika birokrasi lebih kuat daripada kebutuhan rakyat, pendidikan pasti gagal bergerak maju.
Guru memegang peran penting dalam mengubah kualitas pendidikan, tetapi justru menjadi pihak yang paling terbebani. Mereka diminta mengajar, sekaligus mengisi pelaporan digital, menyiapkan dokumen administrasi, mengikuti pelatihan yang tidak relevan, dan memenuhi target proyek tertentu. Waktu mereka terkuras untuk urusan yang tidak berdampak pada murid dan itulah akar kemunduran pendidikan kita.
Pendidikan Terjebak dalam Kepentingan Kekuasaan
Salah satu akar persoalan terbesar adalah ketika pendidikan digunakan sebagai alat kekuasaan. Program seremonial lebih ditonjolkan daripada perbaikan kualitas. Kebijakan cenderung mengejar popularitas, bukan efektivitas. Sekolah sering dimanfaatkan sebagai lokasi kunjungan pejabat atau alat promosi keberhasilan yang hanya terlihat di permukaan. Ketika pendidikan menjadi panggung pencitraan, rakyat tidak akan pernah merasakan manfaat sesungguhnya.
Sementara sekolah-sekolah tertentu mendapat fasilitas lengkap, ribuan sekolah lain bahkan tidak memiliki ruang kelas yang aman. Anak-anak di daerah terpencil tertinggal hanya karena mereka lahir di wilayah yang salah. Ketidakadilan ini menunjukkan bahwa pembenahan pendidikan tidak pernah dilakukan secara menyeluruh.
Pendidikan bukan hanya tentang kemajuan, tetapi tentang pemerataan dan pemerataan itulah yang gagal diwujudkan.
Solusi: Pembenahan Pendidikan Harus Dimulai dari Sistem, Bukan Sekadar Program
Akar masalah pendidikan tidak dapat diatasi dengan program baru yang sifatnya sementara. Negara harus memperbaiki sistem pendidikan secara menyeluruh: mulai dari penyederhanaan birokrasi, peningkatan kapasitas guru, penyediaan fasilitas yang merata, hingga kurikulum yang realistis dan sesuai konteks. Kebijakan harus dibuat berdasarkan data dan hasil evaluasi lapangan, bukan kepentingan sesaat.
Guru harus dilindungi dari beban administrasi berlebih agar dapat fokus mengajar. Anggaran harus diarahkan langsung ke fasilitas dasar sekolah, bukan habis untuk biaya koordinasi dan proyek seremonial. Pendidikan juga perlu dijauhkan dari intervensi kepentingan jangka pendek agar dapat menjadi sistem yang stabil, konsisten, dan berkelanjutan.Ketika sistem dibenahi, barulah program dapat berjalan efektif dan pembelajaran bermakna.
Kesimpulan: Ketidaksungguhan Pemerintah Terlihat dari Masalah yang Tidak Pernah Selesai
Masalah pendidikan sudah terlalu jelas, tetapi tidak pernah ditangani secara serius. Selama birokrasi rumit, kebijakan tidak relevan, dan kepentingan penguasa mendominasi, pendidikan tidak akan pernah berubah. Dan selama pendidikan tidak berubah, masa depan bangsa akan tetap terjebak dalam lingkaran ketertinggalan.
Pemerintah baru dapat disebut serius membenahi pendidikan jika ia berani menyelesaikan akar masalahnya bukan sekadar memperbaiki permukaannya.



