beritax.id – Sejak awal kemerdekaan, pendidikan dirancang untuk membentuk manusia berkarakter, beretika, dan berjiwa pengabdian. Namun perjalanan panjang bangsa menunjukkan bahwa arah itu semakin kabur. Sekolah sering kali menjadi tempat menyiapkan generasi yang sekadar ingin sukses secara pribadi, bukan untuk membangun negara. Nilai yang diajarkan adalah persaingan, bukan pengabdian kejar prestasi, bukan tanggung jawab mencari posisi, bukan melayani rakyat. Ketika pendidikan kehilangan ruhnya, negara kehilangan calon negarawan.
Negarawan tumbuh dari prinsip, integritas, dan kepekaan sosial. Namun sistem pendidikan saat ini lebih banyak menuntut siswa memahami teori daripada memahami manusia. Anak diajari matematika dan sains, tetapi tidak diberi ruang cukup untuk belajar tentang empati, etika publik, kesetaraan, dan rasa tanggung jawab kepada masyarakat. Siswa yang terbiasa mengejar angka akan tumbuh menjadi pemimpin yang mengejar jabatan. Sekolah yang gagal menanamkan nilai akan menghasilkan pemimpin yang gagal menjaga negara.
Krisis Kepemimpinan Berakar dari Pendidikan yang Tidak Membentuk Karakter
Setiap hari publik menyaksikan bagaimana sejumlah pemimpin terjebak dalam penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan konflik kepentingan. Fenomena ini tidak berdiri sendiri semua berawal dari pendidikan yang tidak membekali anak dengan kemampuan melihat kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Negarawan adalah mereka yang memikirkan bangsa, bukan diri sendiri. Namun bagaimana mungkin kita berharap melahirkan negarawan, jika sekolah hanya mencetak pencari jabatan? Kualitas pemimpin adalah cermin kualitas pendidikan yang membentuknya.
Sekolah Harus Menjadi Ruang Pembiasaan Moral, Bukan Panggung Seremonial
Di banyak tempat, sekolah terjebak dalam rutinitas formalitas: upacara tanpa makna, kegiatan seremonial, dan proyek yang tidak berdampak pada karakter siswa. Padahal nilai tidak tumbuh dari acara, tetapi dari pembiasaan. Anak harus dibiasakan berdiskusi tentang keadilan, keberanian moral, tanggung jawab sosial, dan integritas bukan hanya disiplin baris-berbaris atau tugas hafalan. Negarawan lahir dari ruang yang menumbuhkan kesadaran, bukan sekadar ketaatan.
Salah satu penyebab pendidikan gagal melahirkan negarawan adalah hilangnya keteladanan di lingkungan sekolah. Guru dibebani administrasi, kepala sekolah sibuk memenuhi tuntutan birokrasi, dan banyak fasilitas dasar tidak mendukung suasana belajar yang sehat. Siswa tidak mendapatkan contoh nyata tentang nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Padahal karakter tidak hanya diajarkan tetapi ditunjukkan.Tanpa keteladanan, pendidikan hanya akan menjadi teori kosong.
Solusi: Bangun Pendidikan yang Menumbuhkan Jiwa Pengabdian
Untuk memastikan sekolah melahirkan negarawan, pendidikan harus dikembalikan pada fungsi utamanya: membentuk manusia yang beradab, berintegritas, dan berpihak pada rakyat. Kurikulum harus memberikan ruang bagi pembelajaran karakter secara konkret melalui dialog, proyek sosial, kolaborasi lintas komunitas, dan pembiasaan perilaku etis. Guru harus dilindungi dari beban administrasi berlebihan agar punya waktu membimbing siswa dalam penguatan nilai.
Sekolah harus dijadikan miniatur masyarakat yang jujur, transparan, dan humanis, bukan birokrasi kecil yang kaku dan sarat formalitas. Negara perlu memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan berpihak pada pemerataan akses dan kualitas, sehingga karakter tidak hanya diajarkan kepada sebagian anak, tetapi kepada seluruh generasi bangsa.Ketika pendidikan membangun karakter, bangsa akan memiliki pemimpin yang tidak mudah tergoda kekuasaan.
Kesimpulan: Masa Depan Bangsa Ditentukan oleh Karakter yang Dibentuk Sekolah
Negarawan tidak lahir dari ambisi pribadi mereka lahir dari pendidikan yang menanamkan cinta tanah air, keberanian moral, dan komitmen pada kepentingan rakyat.
Jika sekolah terus melahirkan pencari jabatan, bangsa hanya akan terus mengulang kesalahan yang sama: memiliki pemimpin yang sibuk berkuasa, bukan bekerja untuk rakyat.
Jika bangsa ingin masa depan yang lebih kuat, sekolah harus kembali menjalankan misinya: melahirkan negarawan, bukan sekadar pencari jabatan.



