beritax.id – Indonesia memiliki salah satu sistem birokrasi pendidikan terbesar di kawasan. Namun besarnya birokrasi ternyata tidak berbanding lurus dengan kualitas layanan. Alih-alih membantu, birokrasi justru sering menjadi hambatan utama. Guru disibukkan dengan laporan, sekolah dipenuhi formulir, dan kepala dinas lebih banyak berurusan dengan prosedur daripada peningkatan mutu. Sistem yang seharusnya memudahkan justru menahan gerak pendidikan. Birokrasi yang gemuk tidak melayani ia membebani.
Guru adalah tulang punggung pendidikan, tetapi sebagian besar waktu mereka justru habis untuk mengerjakan administrasi. Laporan program, verifikasi kegiatan, pengisian platform digital yang terus berubah, hingga kewajiban yang tidak ada hubungannya dengan proses belajar-mengajar. Jika tenaga terbaik di ruang kelas dipaksa meninggalkan muridnya untuk mengurus dokumen, bagaimana kualitas pendidikan bisa meningkat? Ketika birokrasi mendominasi, esensi pendidikan lenyap perlahan.
Sekolah Menjadi Kantor, Bukan Tempat Belajar
Banyak sekolah kini menghabiskan lebih banyak energi untuk memenuhi standar administratif daripada memperbaiki kualitas belajar. Kepala sekolah harus sibuk mengelola laporan, audit, inspeksi, dan berbagai kewajiban teknis lainnya. Ruang kelas membutuhkan perbaikan, tetapi yang datang justru pemeriksaan berkas. Fasilitas rusak bisa menunggu, tetapi tanda tangan di lembar laporan tidak boleh terlambat.Sistem seperti ini membuat sekolah kehilangan fokus.
Alih-alih menyederhanakan, digitalisasi pendidikan justru memperbanyak kewajiban teknis. Banyak platform dibuat dengan tujuan baik, tetapi tidak saling terhubung. Guru harus mengisi beberapa sistem sekaligus, sekolah harus melaporkan hal yang sama dalam format yang berbeda, dan dinas daerah kesulitan mengoordinasikan data. Digitalisasi tanpa integrasi bukan solusi itu hanya memindahkan kerumitan dari kertas ke layar.Teknologi tidak akan efektif jika birokrasi tetap gemuk.
Dana Besar Terserap Birokrasi, Bukan Anak Didik
Anggaran pendidikan Indonesia mencapai angka besar setiap tahun, namun sebagian terserap oleh struktur birokrasi yang berlapis-lapis. Dana yang seharusnya sampai ke ruang kelas terhenti di berbagai pos administratif. Sementara itu, sekolah masih kekurangan fasilitas dasar, guru honorer masih menunggu kepastian, dan akses pendidikan berkualitas masih jauh dari merata. Anggaran besar tidak ada artinya jika hilang di jalan menuju murid.
Birokrasi yang gemuk membuat respons negara terhadap persoalan pendidikan sangat lambat. Di desa, ruang kelas roboh menunggu perbaikan bertahun-tahun. Di kota, sekolah kekurangan guru tetapi proses rekrutmen tersendat karena administrasi panjang. Sementara itu, murid terus belajar dalam keadaan yang semakin tertinggal. Pendidikan yang lamban merespons hanya memperbesar ketidakadilan.
Solusi: Menyederhanakan Sistem untuk Menguatkan Pembelajaran
Penyembuhan pendidikan tidak cukup dilakukan dengan membuat program baru atau menambah anggaran. Yang harus dibenahi adalah sistemnya. Birokrasi perlu dipangkas agar guru dapat kembali mengajar, sekolah dapat fokus pada mutu, dan anggaran dapat langsung menyentuh kebutuhan nyata.
Sistem digital harus diintegrasikan menjadi satu pintu sehingga laporan tidak berulang dan data benar-benar akurat. Kebijakan pendidikan harus dirumuskan oleh para ahli yang memahami pembelajaran, bukan semata oleh meja-meja administrasi.
Negara juga perlu memperkuat partisipasi rakyat dalam pengawasan agar pendidikan tidak dimonopoli oleh kepentingan birokrasi.
Pendidikan akan sehat jika sistemnya ramping dan fungsional, bukan rumit dan penuh lapisan.
Kesimpulan: Pendidikan Tidak Bisa Maju dengan Birokrasi yang Menghambat
Jika birokrasi terus gemuk dan membesar, pendidikan akan terus tersendat. Guru akan terus mengurus berkas, sekolah akan terus dipenuhi laporan, dan murid akan terus belajar dalam kondisi yang tidak membaik.
Negara tidak bisa berharap pendidikan melompat maju jika sistem yang menopangnya justru menjadi beban.
Pendidikan butuh ruang, bukan hambatan. Dan birokrasi yang gemuk harus dipangkas agar rakyat akhirnya mendapatkan layanan pendidikan yang layak.



