beritax.id – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Baktiar Najamudin meminta pemerintah pusat segera menetapkan status bencana nasional atas banjir dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera. Ratusan ribu warga harus mengungsi akibat bencana yang terjadi secara meluas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Aspirasi tersebut, menurut Sultan, berasal dari pemerintah daerah dan para senator DPD dari wilayah terdampak.
Sultan menilai bencana di Sumatera telah memenuhi kategori bencana nasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Tingginya jumlah korban, kerusakan sarana-prasarana, serta lumpuhnya akses darat membuat distribusi bantuan terhambat. Pemerintah daerah pun disebut mengalami kesulitan penanganan akibat keterbatasan anggaran pasca kebijakan efisiensi APBD.
Sikap Partai X: Negara Tidak Boleh Kalah oleh Bencana
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa negara memiliki tiga tugas utama yang tidak dapat dinegosiasikan melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ia mengingatkan bahwa dalam situasi bencana besar seperti ini, negara wajib hadir secara penuh, cepat, dan terstruktur.
Menurut Partai X, negara adalah entitas yang terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah, sehingga pemerintah hanyalah pelaksana yang diberi mandat oleh rakyat untuk menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan. Dalam konteks ini, keterlambatan penetapan status bencana nasional dapat berimplikasi langsung pada terhambatnya perlindungan dan pelayanan negara kepada rakyat.
Analisis Partai X: Kritis dan Obyektif
Partai X menilai bahwa kerentanan Sumatera terhadap banjir dan longsor bukan semata-mata akibat cuaca ekstrem, tetapi juga karena lemahnya tata kelola risiko, fragmentasi kewenangan pusat-daerah, serta keterbatasan kapasitas anggaran daerah. Kondisi ini menggambarkan bahwa desain tata kelola kebencanaan belum mampu merespons bencana dengan skala lintas provinsi.
Merujuk prinsip Partai X, negara harus tetap kuat meskipun pemerintah sedang kewalahan. Pemisahan tegas antara negara dan pemerintah sebagaimana dianalogikan antara pemilik bus dan sopir diperlukan agar penanganan bencana tidak bergantung pada manuver birokrasi. Situasi Sumatera menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak mampu memikul beban sendirian, sehingga intervensi negara melalui pusat menjadi keharusan.
Solusi Partai X: Solutif dan Relevan
Partai X meminta pemerintah merespons cepat desakan penetapan bencana nasional sambil mengajukan solusi struktural yang relevan dari 10 Poin Penyembuhan Bangsa:
Partai X menilai perlu segera dilakukan:
- Musyawarah Kenegarawanan yang melibatkan empat pilar bangsa Intelektual, Agama, TNI/Polri, dan Budaya—untuk mengevaluasi tata kelola kebencanaan nasional dan menyusun skema mitigasi lintas provinsi.
- Pemaknaan ulang Pancasila sebagai pedoman operasional, khususnya sila ke-5, agar kebijakan penanggulangan bencana benar-benar berpihak pada keselamatan rakyat sebagai prioritas.
- Perlu diterapkan transformasi birokrasi digital untuk percepatan distribusi bantuan, pelaporan korban, dan pemetaan kerusakan secara real time.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran untuk memastikan kebijakan bencana tidak terjebak tarik-menarik kepentingan kekuasaanatau administratif.
- Pendidikan moral dan berbasis Pancasila, yang mengajarkan solidaritas, kesiapsiagaan, dan tanggung jawab kolektif.
- Pemanfaatan media milik negara untuk menyebarkan informasi mitigasi bencana secara konsisten dan merata ke seluruh daerah rawan.
Penutup
Partai X mendesak pemerintah pusat segera mengambil langkah tegas terhadap bencana Sumatera dengan menetapkan status bencana nasional. Penanganan yang lambat hanya akan memperpanjang penderitaan warga dan memperbesar dampak sosial-ekonomi. Negara, sebagaimana prinsip dasar Partai X, harus hadir sepenuhnya untuk melindungi rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Negara harus bekerja efektif, efisien, dan transparan baik dalam penanganan bencana hari ini maupun dalam membenahi sistem agar tragedi serupa tidak kembali memperlihatkan kelemahan struktural.



