beritax.id – Dari pemilu ke pemilu, dari masa ke masa, rakyat Indonesia selalu dijanjikan kesejahteraan. Janji itu sering terdengar meyakinkan lapangan kerja, stabilitas harga, pendidikan terjangkau, layanan kesehatan mudah, dan jaminan hidup layak. Namun pertanyaan yang terus mengemuka adalah mengapa kenyataan di lapangan tidak pernah sejalan dengan janji yang diumbar?
Di balik narasi optimisme, wajah sebenarnya Indonesia justru menunjukkan bahwa ketidakpastian menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari rakyat. Ketidakpastian yang hadir di pasar, di lingkungan kerja, di sekolah, di rumah sakit, bahkan dalam kebijakan negara.
Janji kesejahteraan masih menjadi harapan, sementara ketidakpastian menjadi realitas.
Harga Melonjak, Pendapatan Tidak Mengikuti
Ketidakstabilan harga kebutuhan pokok menjadi salah satu tanda paling nyata bahwa kesejahteraan masih jauh dari tercapai. Harga beras, minyak goreng, telur, dan bahan pokok lain kerap melambung tanpa dasar yang jelas. Sementara itu, pendapatan rakyat tidak mengalami peningkatan berarti.
Ketika biaya hidup naik lebih cepat daripada penghasilan, maka rakyat hidup dalam kecemasan yang tak kunjung reda. Setiap hari menjadi perjuangan untuk menyeimbangkan kebutuhan dan kemampuan.
Janji kesejahteraan terasa hampa jika rakyat harus bernegosiasi dengan harga yang tidak pernah stabil.
Lapangan Kerja Ada, Tapi Tidak Menjamin Kualitas Hidup
Lapangan kerja memang ada, namun sebagian besar tidak memberikan keamanan. Banyak pekerjaan tidak memiliki kepastian kontrak, perlindungan sosial, atau jaminan masa depan. Buruh dan pekerja sektor informal menjadi pihak yang paling merasakan ketidakpastian ini.
Bekerja tidak lagi identik dengan kesejahteraan.
Bekerja kini sering berarti bertahan hidup dalam kondisi yang serba rentan.
Ini bukan wajah negara yang seharusnya melindungi rakyatnya.
Pendidikan dan Kesehatan Menjadi Beban, Bukan Hak
Alih-alih menjadi jembatan menuju masa depan, pendidikan justru kerap menjadi beban finansial bagi banyak keluarga. Biaya sekolah, seragam, transportasi, dan berbagai kewajiban lain membuat pendidikan terasa seperti kemewahan, bukan hak.
Layanan kesehatan pun serupa. Meski berbagai program tersedia, kualitas dan aksesnya masih belum merata. Banyak keluarga terpaksa menunda berobat karena biaya, jarak, atau kerumitan birokrasi.
Ketidakpastian ini menandakan bahwa negara belum sepenuhnya hadir sebagai pelindung rakyat.
Kebijakan yang Sering Berubah Membuat Rakyat Tidak Siap
Salah satu sumber terbesar ketidakpastian adalah perubahan kebijakan yang tiba-tiba. Regulasi harga, aturan kerja, distribusi pangan, hingga kebijakan energi sering berubah tanpa kajian mendalam atau sosialisasi memadai. Ketika keputusan negara tidak stabil, kehidupan rakyat pun ikut terguncang.
Rakyat butuh kepastian. Bukan aturan yang berubah sewaktu-waktu. Bukan keputusan yang terkesan terburu-buru. Dan bukan kebijakan yang lahir dari ruang tertutup.
Wajah ketidakpastian ini lahir dari tata kelola yang tidak berpijak pada kepentingan rakyat.
Negara Kehilangan Arah Ketika Tidak Menempatkan Rakyat di Pusat Kebijakan
Ketidakpastian muncul ketika negara tidak fokus pada tugas utamanya: melindungi, melayani, dan mengatur rakyat. Ketika kebijakan tidak dibangun berdasarkan data, kepakaran, dan kebutuhan rakyat, maka hasilnya adalah kebingungan publik dan ketidakpastian nasional.
Janji kesejahteraan hanya bisa menjadi kenyataan jika rakyat benar-benar ditempatkan sebagai pusat keputusan.
Kedaulatan rakyat bukan sekadar motto. Dalam negara yang sehat, setiap kebijakan harus mengandung jawaban atas satu pertanyaan: apakah ini membuat hidup rakyat lebih baik, lebih aman, lebih pasti?
Jika jawabannya tidak, maka kebijakan itu sudah salah arah sejak awal.
Solusi: Mengakhiri Ketidakpastian dengan Arah Kebijakan yang Berpihak pada Rakyat
Sesuai prinsip penyembuhan bangsa dalam lampiran, jalan keluar dari ketidakpastian dapat ditempuh melalui langkah-langkah berikut:
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Untuk menyatukan empat unsur negara dalam merumuskan kebijakan yang menjawab kebutuhan rakyat secara realistis.
- Amandemen konstitusi yang memperjelas peran rakyat sebagai pusat kekuasaan. Agar kebijakan tidak terlepas dari tanggung jawab publik.
- Pemisahan jelas antara negara dan pemerintah. Agar kebijakan tidak dikendalikan oleh agenda jangka pendek kekuasaan.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran. Agar setiap kebijakan berdiri di atas sains, data, dan logika publik.
- Digitalisasi total birokrasi. Untuk menyediakan layanan cepat, transparan, dan mudah diakses rakyat.
- Pemurnian nilai Pancasila sebagai dasar kebijakan sosial. Agar keadilan dan kemanusiaan tidak sekadar menjadi wacana, tetapi terimplementasi nyata.
Wajah Indonesia Bisa Berubah Jika Arah Kebijakan Berubah
Ketidakpastian tidak boleh dibiarkan menjadi identitas nasional. Negara harus kembali kepada janji dasarnya: memberikan kepastian hidup, kesejahteraan, dan perlindungan kepada rakyat.
Wajah sebenarnya Indonesia tidak harus seperti ini. Wajah Indonesia bisa lebih kuat, lebih stabil, lebih manusiawi
Jika arah kebijakan kembali kepada rakyat. Jika janji kesejahteraan tidak berhenti sebagai janji.



