beritax.id – Dalam teori demokrasi, mandat kekuasaan berasal dari rakyat. Namun di banyak negara, termasuk Indonesia, mandat itu sering berubah menjadi kekuasaan yang tidak bisa disentuh. Wakil rakyat terpilih, tetapi setelah terpilih mereka bertindak seolah-olah mandat tersebut adalah hak milik pribadi, bukan amanah yang dapat dicabut kapan saja oleh pemiliknya: rakyat.
Ketika mandat yang diberikan rakyat tidak bisa lagi dievaluasi, dibatasi, atau dicabut, maka demokrasi berubah menjadi ilusi. Di sinilah masalah paling besar itu muncul.
Kekuasaan yang Tidak Bisa Ditagih Akuntabilitasnya Akan Menyimpang
Kekuasaan tanpa mekanisme koreksi ibarat kendaraan tanpa rem. Begitu berjalan, ia akan terus melaju tanpa arah. Ketika wakil rakyat tidak dapat dikenai sanksi moral atau politik secara langsung oleh rakyat, mereka cenderung bekerja bukan untuk rakyat, tetapi untuk pihak-pihak yang lebih mampu memberikan keuntungan instan.
Akuntabilitas adalah inti dari demokrasi. Tanpa akuntabilitas, mandat berubah menjadi monopoli. Dan tanpa kemampuan rakyat mencabut mandat, demokrasi kehilangan ruhnya.
Rakyat Hanya Diperlukan Saat Pemilu, Setelah Itu Ditinggalkan
Salah satu penyakit demokrasi modern adalah keterputusan antara masa kampanye dan masa kekuasaan. Pada masa kampanye, rakyat dianggap sangat penting. Semua janji ditujukan kepada mereka. Semua perhatian diarahkan kepada mereka. Namun ketika kekuasaan sudah didapat, banyak wakil rakyat tiba-tiba lupa kepada pemilik mandat.
Rakyat hanya dibutuhkan ketika suara mereka dibutuhkan, tetapi tidak dihargai ketika pendapat mereka diperlukan. Padahal mandat bukan hanya tentang mendapat suara, tetapi tentang mempertanggungjawabkannya.
Kesalahan Besar: Menyamakan Kekuasaan dengan Kepemilikan
Ketika wakil rakyat merasa dirinya adalah pemilik jabatan, bukan peminjam jabatan, maka lahir sikap arogan, anti-kritik, dan tidak mau dikoreksi. Sikap ini berbahaya karena menjadikan jabatan sebagai otoritas mutlak, bukan amanah terbatas.
Jabatan bukan milik pejabat. Kursi kekuasaan bukan milik penguasa. Semuanya adalah pinjaman dari rakyat dan seharusnya bisa dikembalikan atau dicabut kapan saja. Tidak adanya mekanisme pencabutan itulah sumber masalah banyak negara demokrasi.
Negara Mulai Salah Arah Ketika Rakyat Kehilangan Hak Mengawasi
Rakyat adalah unsur negara, bukan pelengkap. Namun dalam praktiknya, rakyat sering hanya ditempatkan sebagai simbol, bukan subjek yang berdaulat. Ketika rakyat tidak lagi mampu mengawasi wakilnya secara efektif, keputusan-keputusan publik mulai melenceng dari kepentingan umum.
Kekuasaan yang tidak bisa dibatalkan akan selalu mencari cara untuk memperluas dirinya.
Dan kekuasaan yang tidak diawasi akan selalu mencari cara untuk menyingkirkan koreksi.
Kedaulatan Rakyat Menuntut Rakyat Berdaya, Bukan Diam
Kedaulatan rakyat hanya bermakna jika rakyat bisa:
- mengoreksi wakilnya,
- menolak kebijakan yang tidak adil,
- memberi batasan pada kekuasaan,
- mencabut mandat ketika amanah disalahgunakan.
Demokrasi menuntut rakyat yang aktif, bukan pasif. Rakyat yang kritis, bukan penurut. Rakyat yang berani, bukan takut. Namun keberanian itu harus didukung sistem yang memungkinkan rakyat menjalankan kedaulatannya secara nyata.
Solusi: Mengembalikan Mandat ke Pemilik Aslinya, Yaitu Rakyat
Agar mandat kekuasaan benar-benar dapat ditagih dan dibatasi oleh rakyat, diperlukan langkah-langkah sistemik yang sejalan dengan prinsip perbaikan bangsa dalam lampiran:
- Amandemen konstitusi untuk mempertegas kedaulatan rakyat. Agar rakyat memiliki hak konstitusional untuk mengoreksi dan mengendalikan mereka yang memegang mandat.
- Pemisahan tegas antara negara dan pemerintah. Agar kritik rakyat kepada wakilnya tidak dianggap sebagai serangan terhadap negara.
- Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Untuk merumuskan tatanan baru yang memastikan rakyat tetap menjadi pusat kekuasaan.
- Reformasi hukum berbasis kepakaran. Agar wakil rakyat tidak dapat berlindung di balik celah hukum atau kekebalan kekuasaan.
- Digitalisasi penuh proses legislasi dan anggaran. Agar rakyat bisa mengawasi wakilnya secara langsung dan transparan.
- Penguatan pendidikan moral dan rakyat. Agar rakyat memahami perannya sebagai pemilik mandat, bukan sekadar pengamat.
Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang memungkinkan rakyat mengambil kembali kekuasaan ketika amanah disalahgunakan. Ketika mekanisme itu hilang, demokrasi perlahan berubah menjadi sistem yang melukai.
Masalah terbesar bukan pada wakil rakyat. Masalah terbesar adalah ketika rakyat tidak lagi bisa mengoreksi wakilnya. Mandat dari rakyat harus kembali dapat dicabut oleh rakyat. Di situlah demokrasi pulih, dan negara kembali kepada pemilik sejatinya: rakyat.



