beritax.id – Pengacara para terdakwa kasus korupsi BBM Pertamina, Luhut MP Pangaribuan, menepis adanya kerugian negara Rp 285 triliun. Ia menyampaikan pernyataan itu dalam sidang lanjutan dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina, Kamis (13/11/2025).“Tidak benar ada kerugian Rp 285 triliun,” ujar Luhut di hadapan majelis hakim.
Menurutnya, PT Pertamina Patra Niaga justru meraih keuntungan besar sepanjang 2022 hingga 2023.Luhut menjelaskan bahwa PPN mendapat untung 1,4 miliar dolar AS pada 2022. Kemudian meraih untung 1,2 miliar dolar AS pada 2023, terutama dari penjualan solar industri. Ia menegaskan bahwa 90 persen keuntungan berasal dari segmen solar industri.
Dalam sidang, mantan Dirut Pertamina Nicke Widyawati juga membenarkan tingginya keuntungan itu. Ia menyebut periode terdakwa tersebut justru mencetak keuntungan tertinggi dalam sejarah Patra Niaga.
Alasan Impor dan Proses Negosiasi Harga
Luhut menyatakan bahwa impor BBM dilakukan karena produksi dalam negeri tidak mencukupi. Kapasitas kilang nasional dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Tugas impor diberikan kepada Patra Niaga berdasarkan rapat optimasi hilir Pertamina Persero. Ia menegaskan negosiasi dengan pemasok BBM selalu dilakukan sesuai TKO dan KPI Pertamina.“Negosiasi dilakukan untuk mendapat harga terbaik,” kata Luhut.
Ia menegaskan tidak ada perlakuan khusus kepada pemasok tertentu selama proses impor.
Partai X: Jangan Tutupi Skandal, Rakyat Harus Tahu Kebenaran
Menanggapi polemik ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan meminta proses hukum berjalan transparan. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh menutupi skandal korupsi dengan narasi keuntungan finansial.“Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” tegas Rinto.
Menurutnya, dugaan korupsi yang menyangkut minyak harus dibuka secara terang benderang.“Jangan tutupi persoalan rakyat dengan angka keuntungan yang belum diuji,” ujarnya.
Rinto mengingatkan bahwa sektor energi menyangkut hajat hidup seluruh rakyat.
Partai X menegaskan bahwa negara terbentuk dari rakyat, wilayah, dan pemerintah Pemerintah adalah sebagian kecil rakyat yang diberi mandat untuk melayani. Karena itu, Partai X menolak setiap upaya menyamarkan dugaan penyimpangan dengan cerita korporasi. “Negara tidak boleh tunduk pada narasi perusahaan,” ucap Rinto.
Ia menegaskan bahwa kedaulatan energi harus berpihak pada rakyat, bukan pejabat atau korporasi besar.
Solusi Partai X: Transparansi Energi dan Reformasi Tata Kelola
Partai X menawarkan solusi berbasis prinsip moral dan keadilan sosial:
1. Reformasi hukum berbasis kepakaran.
Ahli energi dan hukum harus dilibatkan dalam pengawasan impor dan distribusi BBM.
2. Transformasi birokrasi digital.
Seluruh transaksi BBM harus tercatat dalam sistem digital yang dapat diawasi publik.
3. Pemaknaan ulang Pancasila dalam kebijakan energi.
Setiap keputusan harus berpihak pada keadilan sosial dan kepentingan rakyat banyak.
4. Musyawarah Kenegarawanan Nasional.
Forum lintas sektor diperlukan untuk membenahi tata kelola energi nasional secara menyeluruh.
Dengan solusi ini, Partai X menilai korupsi energi dapat dicegah dan kepercayaan publik dapat pulih. Partai X meminta pemerintah dan penegak hukum menegakkan transparansi dalam kasus ini. “Korupsi tidak bisa ditutupi dengan istilah keuntungan,” tegas Rinto.



