beritax.id – Peringatan Hari Pahlawan sering kali identik dengan upacara, karangan bunga, dan seremonial penuh simbol. Namun di tengah hiruk-pikuk peringatan itu, makna kepahlawanan sejati perlahan memudar. Dalam konteks kekuasaan dan birokrasi modern, kepahlawanan bukan lagi soal berperang di medan laga, tetapi tentang kemampuan melayani rakyat dengan kejujuran dan pengabdian.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa tugas negara sejatinya sederhana namun agung melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Masalahnya,” ujar Prayogi, “negara kita sering kali terjebak pada fungsi ketiga, mengatur, tetapi lupa dua fungsi pertama. Akibatnya, rakyat merasa diatur tanpa dilayani, diperintah tanpa dilindungi.”
Menurutnya, kepahlawanan di era kini harus ditunjukkan dengan keberanian pejabat dan pemimpin untuk menempatkan rakyat sebagai tujuan, bukan alat kekuasaan.
Prinsip Partai X: Negara untuk Rakyat, Bukan Rakyat untuk Negara
Prinsip dasar Partai X menegaskan bahwa negara adalah alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat, bukan tujuan itu sendiri. Negara tidak boleh menjadi mesin kekuasaan yang menindas, melainkan wadah pengabdian bersama. Dalam dokumen prinsip Partai X, disebutkan bahwa kedaulatan rakyat adalah sumber dari segala legitimasi, dan pejabat publik hanyalah pelaksana mandat rakyat.
“Negara yang baik bukanlah negara yang kuat mengatur, tapi negara yang tulus melayani,” tegas Prayogi. Ia mengingatkan bahwa Pancasila harus kembali menjadi sistem operasi negara, bukan hanya hiasan dinding lembaga pemerintahan.
Sila kedua dan kelima Kemanusiaan yang adil dan beradab serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menuntun agar kebijakan negara berpihak pada manusia, bukan pada kepentingan segelintir pejabat.
Solusi Partai X: Menghidupkan Kembali Jiwa Kepahlawanan dalam Pelayanan
Partai X melalui berbagai forum kebangsaan, termasuk Sinau Kebangsaan, menegaskan perlunya reformasi menyeluruh dalam cara negara melayani rakyat. Solusi yang ditawarkan meliputi:
- Reformasi birokrasi berbasis moral dan digital birokrasi harus cepat, transparan, dan bebas dari korupsi. Digitalisasi pemerintahan bukan hanya soal teknologi, tapi soal etika pelayanan publik.
- Memisahkan peran kepala negara dan kepala pemerintahan agar fungsi simbolik dan eksekutif negara berjalan seimbang tanpa tumpang tindih kekuasaan.
- Membangun sistem ketatanegaraan yang menempatkan rakyat sebagai pusat keputusan bukan sekadar formalitas demokrasi, tetapi praktik nyata dalam kebijakan.
“Kalau negara ingin sehat, maka pemerintah harus belajar melayani rakyat, bukan menguasai mereka,” ujar Prayogi. Ia menekankan bahwa pelayanan publik bukan belas kasihan, melainkan kewajiban konstitusional.
Kritik dan Harapan untuk Masa Depan
Dalam pandangan Partai X, negara hari ini membutuhkan lebih banyak negarawan pelayan daripada penguasa. Seorang negarawan tidak takut kehilangan jabatan ketika membela kebenaran, sementara pejabat takut kehilangan pengaruh bahkan ketika mengkhianati rakyat.
Prayogi menilai bahwa generasi muda harus mengambil peran sebagai penerus jiwa kepahlawanan sejati generasi yang berpikir kritis, berani bersuara, dan menolak tunduk pada sistem yang tidak adil. “Kepahlawanan tidak harus menumpahkan darah, tapi menumpahkan tenaga dan pikiran untuk rakyat,” katanya.
Penutup: Menghidupkan Kembali Pahlawan di Setiap Diri
Pahlawan sejati masa kini adalah mereka yang jujur di tengah korupsi, adil di tengah kepentingan, dan melayani di tengah kerakusan. Partai X menyerukan agar seluruh pejabat publik, birokrat, dan pemimpin bangsa menyalakan kembali api kepahlawanan itu bukan dengan slogan, tapi dengan perbuatan nyata.
“Kalau negara ini ingin kembali sehat, maka para pelayannya harus kembali ingat siapa yang mereka layani,” tutup Prayogi.



