beritax.id — Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menegaskan bahwa partainya belum akan melakukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap dua kadernya, Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, meski keduanya dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Namun, Partai X menilai langkah ini hanya menyelesaikan persoalan etika kekuasaan, bukan persoalan tanggung jawab terhadap rakyat yang diwakili.
Surya Paloh menyebut, keputusan untuk tidak segera melakukan PAW dilakukan karena partai menghormati mekanisme yang berlaku di MKD DPR. “Partai sudah memberikan nonaktif, MKD laksanakan proses sebagaimana mekanisme yang ada di dewan,” ujarnya di Jakarta.
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menilai bahwa sanksi etik tidak otomatis menyelesaikan persoalan representasi rakyat di parlemen. “Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi kalau wakilnya sibuk urus sanksi dan jabatan, siapa yang urus rakyat?” tegasnya.
Partai X: DPR Harus Jadi Wadah Pengabdian, Bukan Panggung
Prayogi menegaskan, kursi parlemen bukan hak pribadi anggota, melainkan amanah publik yang wajib dijaga. Ia menilai, persoalan sanksi dan penonaktifan seharusnya diikuti dengan langkah yang memastikan suara rakyat tidak hilang.
“Kalau partai menunda PAW, berarti ada wilayah konstituen yang kosong. Rakyat yang diwakilinya kehilangan suara di parlemen. Ini bentuk kelalaian terhadap fungsi pelayanan,” jelasnya.
Dalam prinsip dasar Partai X, kekuasaan adalah alat untuk melayani rakyat, bukan melindungi kelompok sendiri. Setiap jabatan publik adalah perpanjangan tangan rakyat, bukan fasilitas yang bisa dipertahankan demi kepentingan partai.
“Partai X percaya, pemerintah harus dikelola dengan etika pelayanan. Kalau ada pelanggaran, yang diselamatkan bukan citra partai, tapi kepercayaan rakyat,” ujar Prayogi.
Solusi Partai X: Reformasi Etika Kekuasaan dan Mekanisme PAW
Partai X menegaskan pentingnya reformasi sistem etika dan mekanisme pergantian antarwaktu agar lebih berpihak kepada kepentingan publik. Dalam dokumen prinsipnya, Partai X mengusulkan beberapa langkah konkret:
- PAW berbasis kinerja dan pelanggaran publik, bukan hanya keputusan internal partai.
- Transparansi proses etik di DPR, agar publik mengetahui dasar dan hasil pemeriksaan.
- Penguatan peran konstituen, sehingga rakyat bisa memberikan masukan langsung dalam proses pergantian wakilnya.
- Evaluasi periodik terhadap anggota parlemen, bukan hanya saat ada skandal atau tekanan publik.
Prayogi menegaskan bahwa ke depan, pemerintahan Indonesia harus kembali kepada prinsip dasar rakyat sebagai pemilik negara, bukan penonton kekuasaan. “Rakyat tidak peduli siapa yang dinonaktifkan atau siapa yang bertahan. Yang rakyat mau lihat adalah siapa yang benar-benar bekerja untuk mereka,” pungkasnya.



