beritax.id — Di tengah kompleksitas tata kelola negara, transparansi menjadi fondasi utama dalam menjaga kepercayaan publik. Tanpa keterbukaan, kekuasaan mudah berubah menjadi alat kepentingan sempit yang menjauh dari nilai keadilan. Ketiadaan transparansi membuka ruang gelap bagi praktik penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan rakyat.
Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan pentingnya membangun sistem pemerintahan yang terbuka. Menurutnya, transparansi bukan sekadar prosedur administrasi, tetapi bentuk tanggung jawab moral pejabat kepada rakyat. “Transparansi adalah benteng terakhir melawan penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya tegas di Jakarta, Kamis (28/10/2025).
Prayogi mengingatkan kembali tiga tugas negara yang fundamental: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. “Tanpa transparansi, ketiga tugas itu akan kehilangan makna, karena kekuasaan berjalan tanpa kontrol rakyat,” tambahnya.
Kekuasaan yang Gelap Melahirkan Ketidakadilan
Pemerintahan tanpa transparansi identik dengan kekuasaan yang tertutup dan berpotensi koruptif. Dalam situasi itu, rakyat kehilangan kemampuan untuk mengawasi, sementara pejabat memiliki peluang besar untuk menyimpang. “Kekuasaan yang tidak diawasi akan selalu mencari cara untuk bertahan, meski harus mengorbankan keadilan,” ujar Prayogi.
Ia menilai bahwa berbagai kasus korupsi, manipulasi anggaran, dan penyalahgunaan wewenang muncul karena lemahnya sistem keterbukaan. Kekuasaan yang tertutup menciptakan jarak antara pemerintah dan rakyat, hingga kepercayaan publik kian rapuh. Padahal, kepercayaan adalah modal utama dalam membangun stabilitas sosial dan legitimasi kekuasaan.
Menurut Prayogi, negara harus belajar dari sejarah. Setiap rezim yang kehilangan transparansi, pasti kehilangan legitimasi. Ketika pejabat menutupi kebenaran, maka kecurigaan publik menjadi tidak terhindarkan, dan rakyat perlahan menjauh dari negara.
Transparansi Sebagai Pilar Etika Kekuasaan
Prayogi menjelaskan bahwa transparansi sejati bukan hanya keterbukaan dokumen, tetapi juga keterbukaan hati dan niat dalam bernegara. “Transparansi bukan sekadar soal angka, tapi soal kejujuran dan tanggung jawab moral,” katanya.
Ia menekankan bahwa pejabat publik harus memahami kekuasaan sebagai amanah, bukan privilege. Setiap keputusan publik harus dapat dipertanggungjawabkan di hadapan rakyat sebagai pemilik sah negara.
Menurutnya, transparansi adalah wujud nyata dari etika yang merujuk pada nilai Pancasila. Dalam nilai Ketuhanan, ada kejujuran. Dalam nilai Keadilan, ada keterbukaan. Dan dalam nilai Kemanusiaan, ada keberanian untuk mengatakan yang benar.
Tanpa etika itu, kekuasaan berubah menjadi tirani yang tidak lagi berpihak kepada rakyat.
Solusi Partai X: Sistem Terbuka untuk Negara yang Bersih
Sebagai bentuk komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang transparan, Partai X menawarkan beberapa solusi konkret:
- Digitalisasi penuh sistem pemerintahan.
 - Transparansi anggaran dan kebijakan publik.
 - Partisipasi publik dalam pengawasan.
 - Penguatan lembaga antikorupsi berbasis independensi dan teknologi.
 - Etika transparansi sebagai kurikulum kenegaraan.
 
Penutup: Menegakkan Cahaya Kebenaran dalam Kekuasaan
Prayogi menutup pernyataannya dengan penegasan moral, “Transparansi bukan pilihan kekuasaan, tapi kewajiban moral setiap penyelenggara negara.”
Ia mengingatkan bahwa negara hanya bisa dipercaya ketika kekuasaan berjalan dalam terang. “Ketika pejabat menutup pintu kebenaran, rakyat akan membuka jendela perlawanan,” katanya.
Partai X menegaskan bahwa hanya pemerintahan yang transparan yang dapat menegakkan kedaulatan rakyat. Sebab, tanpa transparansi, kekuasaan hanyalah ilusi keadilan yang menipu bangsa.
 
 
 
 
 
