beritax.id – Kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek menyeret banyak nama. Penyidikan Kejaksaan Agung kini membongkar asal mula ide pengadaan tersebut. Tim pembela Nadiem Makarim menyebut inisiator awal muncul dari staf khusus menteri. Pembahasan itu dilakukan melalui rapat internal pada Mei 2020.
Dalam sidang, pengacara Tabrani Abby mengungkap isi percakapan grup WhatsApp staf khusus Nadiem. Dari bukti tersebut, inisiatif pembahasan Chromebook disebut bukan berasal langsung dari Nadiem. Namun, ada staf khusus yang memunculkan ide itu pertama kali. Sayangnya, nama staf tersebut belum diungkap ke publik karena alasan hukum.
Proyek Besar, Tanggung Jawab yang Kabur
Proyek pengadaan Chromebook menjadi bagian dari program digitalisasi pendidikan nasional. Namun, proyek besar ini kini justru menjadi beban hukum dan ekonomi. Beberapa pejabat dan konsultan sudah berstatus tersangka, termasuk mantan menteri Nadiem Makarim. Sementara satu tersangka lain, Jurist Tan, dilaporkan kabur ke luar negeri.
Pengacara Tabrani menegaskan kliennya hanya memerintahkan kajian sistem operasi pendidikan. Perintah “go ahead” yang diberikan Nadiem disebut hanya untuk studi perbandingan Chrome dan Windows.
Namun, hasil akhir kajian tersebut kemudian berkembang menjadi proyek pengadaan laptop massal. Pertanyaannya, siapa yang benar-benar diuntungkan dan siapa yang akhirnya dirugikan?
Partai X: Negara Tak Boleh Jadi Penonton
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menilai kasus ini menggambarkan lemahnya fungsi negara. Menurutnya, proyek strategis sering kali kehilangan arah karena tidak berpijak pada nilai dasar Pancasila. “Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,”tegas Prayogi.
Ia menilai, kebijakan digitalisasi pendidikan seharusnya memperkuat kemandirian bangsa, bukan membuka celah korupsi. “Kalau rakyat hanya jadi objek, sementara pejabat dan vendor yang menikmati hasilnya, itu bentuk pengkhianatan,” ujarnya.
Prinsip Partai X: Pemerintah Adalah Pelayan, Rakyat Adalah Raja
Partai X menegaskan bahwa pemerintah hanyalah bagian kecil dari rakyat yang diberi mandat menjalankan kebijakan. Negara bukan milik pejabat atau kelompok tertentu, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia. Dalam pandangan Partai X, pejabat bukanlah penguasa, melainkan Tenaga Kerja Indonesia bagi rakyat. Mereka digaji untuk bekerja, bukan berkuasa.
Rakyat adalah pemilik kedaulatan negara. Setiap kebijakan publik harus berpihak kepada kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir pihak. Program pengadaan laptop seharusnya menjadi sarana kemajuan, bukan ladang keuntungan pribadi.
Rakyat Menanggung, Pejabat Melenggang
Kasus ini menunjukkan bahwa tanpa pengawasan dan transparansi, digitalisasi dapat berubah menjadi ajang manipulasi. Negara akhirnya harus menanggung kerugian finansial, sementara kepercayaan publik terkikis. Anak-anak bangsa yang mestinya menikmati teknologi pendidikan justru menjadi korban sistem yang korup. Inilah bukti bahwa ketika negara lemah, rakyatlah yang menanggung akibatnya.
Solusi Partai X: Reformasi Moral dan Sistemik
Partai X menawarkan tiga langkah pemulihan berdasarkan prinsip moral dan kenegaraan:
- Reformasi hukum berbasis kepakaran.
 Proyek pendidikan harus dikelola oleh ahli, bukan oleh kepentingan kelompok.
- Transformasi birokrasi digital.
 Setiap proses pengadaan wajib transparan dan dapat diakses publik untuk mencegah manipulasi.
- Pendidikan moral dan berbasis Pancasila.
 Aparatur negara harus paham makna melayani, bukan memperkaya diri.
Partai X juga mendorong Musyawarah Kenegarawanan Nasional. Forum ini melibatkan intelektual, tokoh agama, budaya, serta TNI-Polri untuk meninjau kembali sistem tata kelola negara. Tujuannya agar proyek strategis nasional selalu berpihak pada rakyat dan sesuai amanat konstitusi.
Kasus Chromebook bukan sekadar persoalan hukum, tapi cermin cara kita bernegara. Ketika pejabat sibuk mencari celah, rakyat justru kehilangan haknya atas pendidikan yang layak. Partai X menegaskan, negara harus hadir bukan sebagai penonton, tetapi sebagai pelindung dan pengatur keadilan. Karena pada akhirnya, bangsa ini hanya akan maju jika rakyatnya menjadi raja dan pejabatnya tetap menjadi pelayan.
 
  
 
 
 
 
  
 

 
  
  
 