beritax.id – Kejaksaan Agung mulai memeriksa enam perusahaan swasta terkait dugaan ketidaksesuaian mutu dan harga dalam penyaluran beras subsidi. Pemeriksaan dilakukan oleh Satgassus P3TPK, dengan fokus pada kesesuaian standar nasional dan harga eceran tertinggi. Dari enam perusahaan yang dipanggil, hanya dua yang hadir memenuhi panggilan, sementara lainnya meminta penjadwalan ulang atau tak merespons.
Partai X: Jangan Biarkan Subsidi Jadi Komoditas Kartel
Menanggapi penyelidikan ini, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X-Institute Prayogi R Saputra menyatakan keprihatinannya. Ia menegaskan bahwa tugas negara adalah melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bukan membiarkan rakyat dijadikan alat pembenar keuntungan kartel pangan. Menurutnya, ketika korporasi bermain-main dalam penyaluran subsidi, maka negara sedang membiarkan rakyat dikhianati dua kali: oleh harga dan oleh sistem.
Partai X menilai, penyelidikan ini harus diarahkan untuk membongkar struktur kartel yang mungkin tersembunyi di balik distribusi beras subsidi. “Jangan sampai subsidi dijadikan kamuflase sementara keuntungan justru mengalir ke kelompok pengendali harga,” ujar Prayogi. Ia mengingatkan bahwa kekuasaan negara harus hadir di titik paling rentan: harga bahan pokok dan akses pangan.
Dalam pandangan Partai X, subsidi tidak boleh menjadi instrumen manipulatif korporasi. Negara harus menjamin transparansi penuh dalam rantai distribusi pangan. Pengawasan harus melibatkan masyarakat, bukan hanya auditor negara. Kejelasan mutu dan harga bukan soal teknis, tetapi soal keadilan publik. Jangan biarkan petani tercekik dan rakyat tetap lapar, sementara pejabat pangan terus menumpuk untung.
Solusi Partai X: Transparansi Pangan dan Kedaulatan Produksi
Partai X menawarkan pendekatan baru dalam pengelolaan subsidi: membangun Sistem Distribusi Pangan Terintegrasi Rakyat. Subsidi harus berbasis produksi rakyat, bukan komoditas dagang korporasi. Pemerintah wajib menerapkan pelabelan mutu terbuka, penentuan harga berbasis biaya riil produksi, dan pembatasan ketat dominasi satu korporasi dalam distribusi. Audit publik harus dilakukan terhadap setiap penyaluran subsidi.
Prayogi juga menyoroti ketidaksesuaian standar beras yang disalurkan ke masyarakat. “Kalau berasnya tidak layak, harga tak sesuai, itu bukan bantuan, tapi penghinaan,” katanya. Ia menilai bahwa selama ini subsidi pangan lebih melayani kepentingan korporasi besar dibandingkan rakyat. Ini harus dihentikan.
Partai X mendesak Kejaksaan Agung tak hanya memeriksa perusahaan, tapi juga membuka alur kebijakan subsidi yang memberi celah pada oligarki pangan. “Kalau negara masih berpihak pada kartel, maka kedaulatan pangan hanya jadi slogan,” tutup Prayogi. Negara