beritax.id — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi menyampaikan laporan mengejutkan soal kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam periode Januari hingga 12 Juni 2025, tercatat 11.850 kasus kekerasan.
Jumlah korban mencapai sekitar 12.000 orang, dengan 10.000 di antaranya adalah perempuan. Jenis kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual yang terjadi di dalam rumah tangga.
Selain perempuan, anak-anak juga menjadi korban dominan dalam kekerasan. Survei menunjukkan satu dari dua anak pernah mengalami kekerasan. Arifah menyebut penyebabnya berasal dari pola asuh, penggunaan gawai, dan lingkungan yang tidak mendukung.
Survei BPS tahun 2024 mengungkap bahwa hampir 40 persen anak usia dini telah menggunakan telepon seluler. Paparan tanpa kontrol tersebut menjadi pemicu kekerasan digital dan psikologis.
Partai X: Negara Abai, Kekerasan Jadi Pemandangan Harian
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Diana Isnaini, menyatakan kemarahan atas data tersebut. “Negara ini terlalu sering diam. Akibatnya, perempuan dan anak terus jadi korban,” tegas Diana di Jakarta.
Ia mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Bila ketiganya gagal dijalankan, rakyat menjadi korban sistem yang lalai dan tak berpihak.
Partai X berpandangan bahwa pemerintah harus menjalankan kewenangan secara efektif, efisien, dan transparan.
Bukan hanya mencatat kasus, tapi bertindak konkret melindungi rakyat. Rakyat adalah raja, bukan angka dalam laporan tahunan kementerian.
Menurut prinsip Partai X, perempuan dan anak tidak boleh hanya jadi materi pidato. Negara harus hadir nyata dengan sistem perlindungan yang terstruktur dan tegas terhadap pelaku kekerasan.
Solusi Partai X: Reformasi Perlindungan dan Pendidikan Kesetaraan
Partai X mendorong reformasi sistem perlindungan perempuan dan anak melalui pembentukan Satuan Perlindungan Keluarga Nasional. Satuan ini harus bekerja lintas sektor, menggabungkan unsur penegakan hukum, psikologi, dan edukasi.
Partai X juga menyerukan agar Sekolah Negarawan mengarusutamakan pendidikan kesetaraan gender. Generasi pemimpin harus memahami bahwa keberpihakan kepada perempuan bukan aksesori, tapi prinsip keadilan.
Kontrol Keluarga Tak Cukup, Negara Harus Bertindak Nyata
Menurut Partai X, pemerintah tak bisa menyerahkan seluruh beban kepada keluarga. Perlindungan harus dimulai dari sistem. Negara wajib membangun pusat pemulihan korban di setiap kota dan desa serta memperluas pendampingan hukum yang gratis dan profesional.
Pemerintah juga harus memperketat pengawasan penggunaan media digital oleh anak. Teknologi harus dikembangkan dengan nilai etis dan protektif, bukan membiarkan anak-anak terpapar kekerasan daring tanpa kontrol.
Partai X menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah bentuk kegagalan negara dalam menjalankan konstitusi. Jika pemerintah terus diam, maka itu sama saja membiarkan rakyat dihancurkan pelan-pelan.